Sebagaimana diketahui, dalam kebijakan redistribusi aset, pemerintah hendak menjadikan rakyat untuk memiliki sebidang tanah yang diakui oleh Negara agar dapat dimanfaatkan secara produktif.
Melalui kebijakan tersebut, diharapkan para petani yang tidak memiliki lahan maupun para masyarakat adat dapat memiliki lahan yang dapat ditingkatkan produktivitasnya oleh mereka.
Dengan cara inilah rasio kesenjangan diupayakan untuk dapat menurun.
"Sekarang ini di kantong saya sudah ada 12,7 juta hektare lahan. Ini yang akan nanti dengan skema-skema khusus dibagikan entah untuk rakyat, koperasi atau Muhammadiyah. Dengan catatan lahan itu harus produktif dan tidak bisa dijual lagi," Jokowi menambahkan.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menggarisbawahi bahwa kebijakan tersebut bukan berarti mengambil hak orang yang berpunya untuk kemudian diberikan kepada rakyat kecil.
Akan tetapi, pemerintah akan mengambil kembali lahan-lahan yang tidak produktif untuk kemudian dibagikan kepada rakyat kecil yang mampu mengelolanya dengan diberikan status legal.
"Hampir di semua negara kaya itu memulai perjalanannya menjadi negara maju melalui reforma agraria. Rakyat yang tadinya tidak punya apa-apa diberikan status legal atas lahan yang mereka duduki untuk menjadi seorang pemilik," ucapnya.
Sektor kedua dalam kebijakan pemerataan ekonomi yang berkeadilan ialah mengenai akses permodalan.
Baca: Pembantu Rumah Tangga Dibujuk Kekasihnya Mencuri Perhiasan Majikan
Dalam sektor ini, pemerintah mengupayakan keadilan sosial dengan memberikan akses yang lebih mudah bagi rakyat kecil terhadap permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Akses permodalan yang kita mulai saat ini dengan KUR, interest yang dulu 22 persen sekarang menjadi 9 persen dan akan kita upayakan tekan lagi ke angka 7 persen," kata Jokowi.
Sementara itu, mengenai sektor pengembangan Sumber Daya Manusia, dalam banyak kesempatan Presiden Joko Widodo menyerukan untuk memfokuskan diri pada pendidikan dan pelatihan vokasi.
Dengan angkatan kerja yang lebih didominasi oleh latar belakang pendidikan SD, SMP, dan SMA/SMK, menjadikan angkatan kerja yang memiliki keterampilan khusus amat dibutuhkan.
"Oleh sebab itu saya menugaskan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dari Muhammadiyah, Prof Muhadjir, untuk betul-betul fokus pada pendidikan dan pelatihan vokasional. Di dunia pendidikan kita, terutama di sekolah kejuruan, masalahnya ternyata bukan masalah yang mudah. Harusnya di sini itu 70-80 persen pendidiknya adalah guru pelatih. Fakta yang ada 80 persen gurunya adalah guru normatif sehingga keluarannya juga seperti sekolah SMA," ujarnya.