Laporan Wartawan Tribun Jabar, Seli Andina
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Lahir ketika masa penjajahan Belanda membuat Abah Landoeng menjadi saksi hidup sejarah Indonesia. Memang begitu orang menyapanya.
Kakek berusia 92 tersebut itu berbagi cerita hidupnya ketika ditemui Tribun Jabar di ruangannya di Posko Pejoeang Pancasila, Jalan Riau, Bandung, Kamis (15/6/2017).
Abah Landoeng lahir pada 11 Juli 1926, namun orangtuanya memutuskan untuk 'mempermudanya' enam tahun.
"Waktu saya kecil itu kan zaman romusha. Semua lelaki yang sudah 12 tahun harus ikut kerja paksa. Ayah saya memutuskan untuk memudakan saya agar tidak ikut kerja paksa," kenang Abah Landoeng.
Abah Landoeng muda melihat ayahnya disiksa tentara Jepang di depan umum. Menurut dia ayahnya merupakan aktivis prokemerdekaan Indonesia.
Baca: Cerita Oemar Bakrie Cari Mobil Mewan untuk Konferensi Asia Afrika 1955
Baca: Abah Landoeng, Sosok Guru Oemar Bakrie dalam Lagu Iwan Fals
"Bapak saya diikat di tiang listrik lalu disiksa. Ibu, saya, dan keluarga yang lain menonton tidak bisa berbuat apa-apa," sambung Abah Landoeng.
Abah Landoeng mengalami secara langsung peristiwa Bandung Lautan Api. Seluruh bangunan di Bandung Selatan sengaja dirusak dan dibakar, sementara bangunan di Bandung Utara dibiarkan terbengkalai.
Dia dan keluarganya ikut berjalan kaki dari Bandung ke Tasik selama berhari-hari. Dari Tasik, warga Bandung melanjutkan perjalanan dengan kereta api untuk mengungsi ke Yogyakarta.
Semua pengalamannya semasa zaman penjajahan membentuk mentalnya menjadi disiplin dan tegas. Menurutnya hal itu juga terbawa ketika dia mengajar.
"Saya itu guru yang galak, tegas," terang Abah Landoeng yang pernah menjadi guru SMP penyanyi Iwan Fals, sehingga muncullah lagu Guruku Oemar Bakrie.