TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Lima pimpinan partai politik di Kota Bogor menolak calon walikota koruptor pada Pemilihan Walikota Bogor masa bakti 2019-2024 yang dihelat Juni 2018.
Kelima pimpinan parpol itu berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Demikian terungkap dalam diskusi obrolan warung kopi "mencari walikota Bogor Anti Korupsi" yang digagas Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Bogor Muhammad Sufi di Savana Camp, Bogor pada Rabu (21/6/2017) malam.
Menurut Sufi, rakyat Kota Bogor resah dipimpin oleh Walikota Bima Arya yang berstatus sebagai pleger korupsi dalam perkara markup pengadaan tanah Jambu Dua seperti diungkap dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung.
"Pemimpin harus menjadi tauladan bagi rakyatnya. Dengan disebut Bima Arya sebagai pleger korupsi Jambu Dua maka menjadi contoh yang tidak baik. Mestinya yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Saatnya rakyat Kota Bogor mencari walikota anti korupsi," kata Sufi kepada wartawan.
Lantas bagaimana sikap para pemimpin parpol di Kota Bogor?
Sekretaris DPC PDIP Kota Bogor Atty Somaddikarya menolak tegas pemimpin korup.
"Kami menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Namun PDIP komitmen mendukung pemberantasan korupsi," kata Atty.
Sekretaris DPC Partai Nasdem Roy Firdaus akan memperjuangkan mengusung cawalkot yang anti korupsi.
"Kami berpandangan sudah saatnya Kota Bogor dipimpin oleh walikota yang tidak terindikasi korupsi untuk Kota Bogor yang lebih baik," tegasnya.
Sekretaris Bidang Ekuintek DPW PKS Jawa Barat Najamudin, mengakui bahwa persyaratan calon kepala daerah di PKS harus bebas korupsi.
"Sudah tentu PKS akan mengusung calon kepala daerah yang memiliki komitmen anti korupsi," kata Najamudin.
Hal senada disampaikan Bendahara DPD Partai Golkar Kota Bogor Reflianosa Ibrahim.
"Kami akan memperjuangkan cawalkot yang anti korupsi. Itu harga mati," katanya.
Sementara Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan DPC PPP Kota Bogor Rachmat Imron Hidayat menegaskan, Bima Arya sebagai pejabat negara harusnya malu disebut sebagai pleger korupsi dan mengundurkan diri.
Kenapa? Karena dalam ajaran Islam, malu merupakan sebagian dari iman.
"Harusnya malu dan mundur. Itu lebih terhormat dan tanda memiliki iman," katanya.
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua Umum DPN Gema Kosgoro Untung Kurniadi, Ketua Badko Himpunan Mahasiswa Islam Jabodetabek Robby Syahrir, Ketua KNPI Kota Bogor terpilih Bagus Maulana.
Kemudian pengamat media sosial Abdul Kholik, Ketua Yayasan Pendidikan Politik dan Pembangunan Nasional Bambang Pria Kusuma, Ketua Pemuda Muslim Indonesia Adam Malik.