News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kota Yogyakarta Peringkat Pertama Kasus Gizi Buruk di DIY

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penderita gizi buruk dan lumpuh layu, Sitti Fatima balita usia 3 tahun memiliki berat badan 5 Kg digendong ibunya di kediamannya Jl Dg Tata III lr 8, Kel Parang Tambung, Kec Tamalate, Makassar, Sulsel, Selasa (17/3/2015). Anak dari Mustari Dg Gassing (42) dan Hamdana Dg Baji (31) terpaksa pasrah merawat anaknya dirumah karena tidak memeiliki dana untuk berobat. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Pada tahun 2016, tercatat kasus gizi buruk di seluruh DIY sejumlah 229 kasus, yang hingga pengujung 2016 terdata 80 balita masih dirawat.

Dari seluruh kabupaten dan kota yang ada di DIY, kasus gizi buruk terbanyak justru ada di Kota Yogyakarta yang notabene memiliki pelayanan kesehatan dengan jumlah yang banyak.

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DIY, Inni Hikmatin menjelaskan hal tersebut terjadi dikarenakan karakteristik penduduk perkotaan cenderung lebih individual dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan dengan kepeduliannya masih tinggi.

"Karakteristik penduduk perkotaan bila dianggap miskin ya memang betul-betul miskin. Kesulitan untuk pemenuhan pangan, kepedulian masyarakat sekitar juga kurang," kata dia kepada Tribun Jogja, Jumat (7/7/2017).

Selain itu, kesadaran masyarakat untuk menerapkan hidup bersih juga masih rendah.

Hal itu membuat lingkungan sekitar tempat tinggalnya menjadi pemicu munculnya berbagai penyakit infeksi.

Selain itu juga tidak terpenuhinya unsur pembentuk energi dan protein, yang salah satunya berasal dari ASI, tidak didapatkan balita penyandang gizi buruk tersebut.

"Yang terbanyak (balita gizi buruk) usia 2-4 tahun," sambung Inni.

Ia menuturkan, pemerintah sebenarnya telah menyiapkan beberapa program untuk menekan angka gizi buruk di DIY.

Program tersebut meliputi perawatan penderita gizi buruk di fasilitas kesehatan, perawatan penderita gizi buruk di masyarakat, pemberian makanan tambahan bagi balita kurang gizi dengan diikuti konseling, pendampungan keluarga untuk perbaikan pola asuh, perbaikan kesehatan lingkungan, dan sebagainya.

Inni pun mengimbau orang tua untuk rutin melakukan pemantauan pertumbuhan yang ditunjukkan dengan buku KIA.

Nantinya orang tua yang akan mengakses pelayanan kesehatan bisa menggunakan jaminan kesehatan daerah yaitu jamkesos.

"Untuk itu membawa balita ke posyandu untuk dilakukan pemantauan pertumbuhan itu penting. Bisa lebih dini diketahui kondisi gizi anak, bila terjadi penyimpangan bisa segera diatasi," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD DIY, Atmaji menekankan kesadaran orang tua sangatlah penting untuk rutin membawa balitanya ke posyandu.

Apabila ditanamkan bahwa mereka adalah anak-anak kita yang juga menjadi penerus bangsa, maka kejadian gizi buruk dikarenakan orang tua yang lalai tidak akan terjadi.

"Jangan malu, jangan ada gengsi bawa anak ke Posyandu. Itu Posyandu sudah standar, sudah sesuai dengan pelayanan minimal," ujar Atmaji.

Selain itu, petugas di pelayanan kesehatan juga sudah terlatih dan dibekali pengetahuan yang sudah sesuai dengan bidangnya.

Terlebih masyarakat kurang mampu juga sudah bisa mengakses pelayanan kesehatan secara cuma-cuma.

"Pemerintah sudah memperhatikan. Harapannya ada kesadaran dari masyarakat untuk rutin melakukan penimbangan dan sebagainya," harapnya.

Untuk diketahui, pada 2016 kasus gizi buruk terbanyak berada di Kota Yogyakarta yakni 96 orang, disusul Bantul 43 orang, Sleman 32 orang, Kulonprogo 31 orang, dan Gunungkidul 27 orang. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini