Mertolulut adalah semacam gelar atau julukan untuk abdi dalem raja yang tugasnya mengeksekusi hukuman yang dijatuhkan pengadilan kerajaan.
Mertolulut sendiri berasal dari kata merto dan lulut.
Secara harafiah, Mertolulut artinya sabar menunggu kematian.
Sedangkan tempat tugasnya dinamai Pacikeran, berasal dari kata ciker atau potongan jari, sesuai keahlian mereka memotong jari maling, kecu, begal, bandit yang tertangkap.
Karena sejak Sri Sultan Hamengku Buwono l berkuasa di keraton yang sekarang ini, hukuman menggunakan prinsip-prinsip syariat Islam, maka jenis hukumannya pun terbilang ekstrem.
"Hukumannya macam-macam. Pencuri ya potong tangan, pembunuh dan kelas berat lain dipancung. Itu tugasnya Mertolulut dan Singonegoro," kata Daliman, abdi dalem sekaligus pemandu kawasan wisata Keraton Yogyakarta.
Mertolulut memang tidak sendirian bertugas. Ia ditemani abdi dalem Singonegoro, dengan pembagian tugas masing-masing secara bergantian.
Baca: Sebelum Tewas Gantung Diri, Imam Hamidi Sering Dengarkan Lagu tentang Kematian
Jika hukuman agak ringan seperti potong tangan dilakukan Singonegoro, eksekusi kelas berat seperti pancung dan gantung jadi tugas pokok Mertolulut.
Kedua abdi dalem khusus itu diberi tempat bertugas di Bangsal atau Bale Pacikeran. Letaknya persis di sisi kiri maupun kanan, depan pintu dan tangga menuju Sitihinggil dari arah Pagelaran.
Posisinya yang berada di antara Pagelaran dan Sitihinggil ini menunjukkan posisi dan perannya yang istimewa.
Lokasi tugas Mertolulut dan Singonegoro itu masih bisa disaksikan hingga hari ini.
Ada dua rumah kecil dilengkapi dua patung manusia mengenakan pakaian adat Jawa untuk golongan abdi dalem.
Kedua patung hampir seukuran manusia sungguhan itu mencitrakan sosok Mertolulut dan Singonegoro.