Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, CILACAP- Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Peribahasa itu tepat untuk menggambarkan dampak mencuatnya kasus pengendalian narkoba dari Lapas Nusakambangan oleh seorang narapidana, Aseng.
Kasus itu bukan hanya mencoreng citra pemasyarakatan yang berujung pada pencopotan Kalapas Batu Nusakambangan.
Napi kasus narkoba lain yang mendekam di Lapas Nusakambangan ikut terpukul karena kasus tersebut.
Deni Setia Maharwan (45), napi kasus narkoba penerima grasi di Lapas Batu merasa geram dengan ulah temannya sesama warga binaan itu.
Baca: Ungkap Pengakuan Neneknya Istri Pertama Presiden Soekarno, Maia Estianty Bikin Netizen Gagal Paham
"Kami napi narkotika merasa ikut tercoreng karena masalah ini. Kami ikut tersinggung dan kenyamanan kami terganggu karena kasus ini,"katanya, Rabu (9/8).
Ia pun berharap pemerintah bersikap arif dan tetap memberikan asa bagi terpidana kasus narkoba yang tak tersangkut kasus.
Deni tak memungkiri, ada oknum napi narkoba yang berulah dan tetap berbisnis narkoba dari bilik penjara.
Namun, lebih banyak napi lain yang sedang menjalani pertaubatan dan meninggalkan dunia hitamnya.
Terhadap napi yang terbukti nakal, ia sepakat ada hukuman tegas hingga eksekusi mati terhadap napi itu sesuai peraturan.
Di sisi lain, ia berharap ada penghargaan (reward) terhadap napi narkoba yang telah berubah baik.
Baca: Kualitas Garam Yodium dari Brebes Masih di Bawah Standar Nasional Indonesia
"Di saat kami berusaha menjadi manusia lebih baik, ada di antara teman kami yang masih berbuat lagi seperti itu. Kami harap masyarakat melihatnya objektif,"katanya
Deni satu di antara napi yang paling terpukul karena masalah ini.
Baca: Polisi Buru Pengunggah Pertama Video Pembakaran Zoya
Wajar saja, ia saat ini tengah menunggu keputusan presiden Jokowi untuk menyetujui usulan remisi perubahan hukuman pidana yang telah diajukan.
Jika presiden merestui, masa hukumannya akan berubah menjadi 20 tahun hingga ia bisa menghirup udara bebas.
Deni termasuk napi beruntung.
Ia berhasil bebas dari hukuman mati setelah memperoleh grasi dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2012 lalu.
Kini ia telah menjalani masa tahanan selama 17 tahun.
Sebelum berbisnis narkoba, Deni adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi.
Usianya saat itu masih 28 tahun, anaknya masih balita.
Tawaran menggiurkan dari hasil berbisnis barang haram itu membuatnya kalap.
"Kalau berbisnis narkoba itu tak mikir risiko, karena keuntungannya besar,"katanya
Nahas, Deni tertangkap bersama temannya saat hendak menyelundupkan kokain ke luar negeri.
Oleh Pengadilan Negeri Tangerang, ia akhirnya divonis hukuman mati.
Awal menjalani hukuman, Deni belum bisa menerima keadaan.
Baca: Polisi Perancis Buru Pengemudi Mobil BMW Penabrak 6 Tentara di Paris
Padahal, cepat atau lambat, hidupnya akan berakhir saat berhadapan dengan moncong senapan di lapangan tembak Nusakambangan.
Bayangan mengerikan akan pungkasan ajalnya itu tak juga membuatnya taubat.
Deni bahkan sempat ingin berbisnis narkoba kembali dari bilik penjara.
Masjid Lapas Batu menjadi tempat bagi Deni peroleh hidayah.
Hatinya leleh seiring dengan keseringannya sembahyang dan mengaji di masjid.
Pikirannya terang.
Ia tak ingin mati cepat sebagai pendosa.
Sembari terus berdoa, ia berjuang memperbaiki sikap agar memperoleh pengampunan dari pemerintah hingga bebas dari eksekusi.
Pihak Lapas melihat perubahan perilaku Deni sehingga pantas mendapatkan apresiasi.
Sampai akhirnya, ia dipercaya menjadi ketua takmir masjid Lapas Batu sekaligus mengelola pesantren Lapas.
Deni bertugas membimbing napi lain untuk mengikuti kegiatan kerohanian.
Almarhum Freddy Budiman, mantan gembong narkoba sempat menjadi jamaah di masjidnya, sebelum akhirnya ia dieksekusi mati pada 2016.
"Kini, saya dipercaya untuk mengelola perpustakaan Lapas,"katanya
Keinginan Deni untuk bebas begitu kuat.
Baca: Kejam! Sang Ayah Tutup Kepala Bayi Perempuannya dengan Bantal Hingga Tewas
Perjalanannya mulai divonis hukuman mati hingga memperoleh grasi menjadi seumur hidup diliputi perjuangan.
Ia pun berambisi usulan remisi perubahan pidananya menjadi 20 tahun dikabulkan presiden.
Dengan demikian, prestasi yang membanggakannya itu bisa menginspirasi bagi napi lain untuk berubah baik agar memperoleh kesempatan serupa.
"Dari divonis mati, lalu mendapatkan grasi dan kemudian bebas, itulah keinginan saya. Semua napi punya kesempatan sama untuk bisa memperbaiki hidup menjadi lebih baik,"katanya
Jika diberi kesempatan bebas, Deni juga berambisi mendirikan Forum Komunikasi Alumni Nusakambangan yang beranggotakan mantan narapidana lapas Nusakambangan.
Eks warga binaan menurut dia perlu mendapatkan wadah agar mereka bisa menjalani kehidupan secara normal selepas keluar penjara.
Selama ini, kata dia, eks napi sering memperoleh perlakuan tidak adil dari masyarakat sehingga mereka susah diterima keberadaannya.
Mereka juga susah mencari pekerjaan karena stigma yang melekat pada dirinya seolah tak pernah bisa hilang.
Forum itu bisa menjembatani para eks napi terutama untuk menyalurkan tenaga mereka di dunia kerja yang sesuai kemampuannya.
"Banyak napi yang kemudian balik lagi masuk penjara karena tak mendapat pekerjaan halal, sehingga ia melakukan aksi kriminal lagi,"katanya
Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jateng Ibnu Chuldun ikut mengapresiasi pertaubatan para warga binaan yang berupaya menjadi manusia lebih baik.
Terhadap Deni, ia memberi acungan jempol lantaran ia berhasil memperoleh pengampunan dari presiden sehingga terbebas dari hukuman mati.
Apresiasi pemerintah itu tidak gratis.
Ia meminta Deni untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam upaya memerangi narkoba, termasuk upaya pengendalian narkoba dari dalam Lapas.
Ia juga diharapkan bisa mempengaruhi napi lain agar kembali ke jalan yang benar dan menjalani kehidupan lebih baik.
"Bisa selamat dari hukuman mati itu anugerah yang harus disyukuri. Wujud syukurnya itu dengan ikut menjaga keamanan Lapas. Jika ada napi lain yang masih pakai barang terlarang di dalam Lapas, laporkan ke petugas,"katanya . (*)