TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Potensi bencana gempa bumi dan tsunami membayangi keberadaan Bandara Baru Kulonprogo (New Yogyakarta International Airport/NYIA) nantinya.
Sayangnya, proyek yang diperkirakan rampung pada tahun 2019 tidak dibarengi dengan analisis risiko.
Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan, dalam pembangunan bandara baru Kulonprogo harus menghitung risiko dari kerawanan bencana yang ada melalui analisis risiko.
Ia menyayangkan analisis risiko bandara baru Kulonprogo belum dibuat hingga saat ini.
"Kita tahu ada ancaman bencana dalam pembangunannya, tapi sekarang bagaimana menganalisis risikonya untuk meminimalisir dampak bencana itu sendiri," ujar Eko pada Selasa (29/8/2017).
Ia menyebut, analisis risiko bisa secara detail menjabarkan apa saja yang diperlukan dalam mitigasi bencana.
Semisal, dengan hitungan analisis gempa berkekuatan tertentu maka bisa dihitung jumlah kerugian materiilnya, berapa bangunan yang akan rubuh, hingga jumlah korban manusianya.
"Kalau sudah tahu detail analisisnya, maka kita jadi tahu apa yang harus dibangun, apakah membangun shelter atau hutan mangrove. Jadi tidak membabi buta, asal menaruh alarm tsunami di laut atau membangun tembok penahan ombak," jelasnya.
Eko menambahkan, ketika analisis risiko telah disusun, itu menjadi acuan bagi insinyur dalam perencanaan pembangunan.
Analisis risiko dapat memberikan pedoman apakah diperlukan menaikkan tanah di lahan pembangunan, bagaimana desain bangunan yang tahan gempa, hingga membangun wilayah atau tempat evakuasi di wilayah Bandara.
Eko menjadi satu dari sekian pemateri dalam workshop "Potensi bahaya Gempa Bumi - Tsunami di Bandara Baru Kulonprogo (NYIA) dan Metode Mitigasinya" yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia pada Selasa (29/8/2017) di University Club UGM.
Dijelaskannya, wilayah selatan Pulau Jawa memiliki kerawanan bencana gempa bumi dan tsunami.
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, terjadi dua kali becana gempa bumi dan tsunami yakni di Banyuwangi pada tahun 1994 dengan kekuatan 7,8 SR dan Pantai Pangandaran di tahun 2006 dengan kekuatan 6,8 SR. (gil/tribunjogja.com)