TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Menghadapi fluktuasi harga salak, para petani salak di Sleman terus berupaya menerapkan berbagai strategi mengatasinya.
Satu di antaranya melalui selingan budidaya salak lokal misalnya salak gading.
Sayangnya, salak ini terancam diambil daerah lain karena belum ada regulasi yang membatasi penjualan bibitnya.
Satu dari beberapa permasalahan yang dihadapi petani salak utama salak pondoh di Sleman adalah anjloknya harga ketika musim panen.
Hal itu diperparah dengan persaingan menghadapi salak pondoh dari daerah lain. Eksodus bibit salak pondoh ke luar Sleman dituding menjadi penyebabnya.
Suharno, petani salak asal Bangunkerto, Turi, Sleman mengatakan, satu dari beberapa masalah yang dihadapi adalah serbuan salak dari luar.
Namun demikian hal itu tak lepas dari penjualan bibit ke luar daerah.
"Kalau sudah ditanam dan di daerah lain sukses, mau diapakan lagi. Idealnya petani berpikir lagi kalau mau menjual bibitnya ke luar daerah," katanya, Minggu (3/9/2017).
Selain salak pondoh, salak lokal juga tak luput dari eksodus bibit ke luar daerah.
Menurut Suharno, saat ini yang menjadi kekhawatiran pihaknya adalah keluarnya bibit salak gading ke luar Sleman.
Padahal, jenis salak lokal ini bisa menjadi penolong ketika harga salak pondoh anjlok.
"Harganya relatif stabil dibanding salak lain. Itu karena proses menanam dan perawatannya juga berbeda. Kalau dicangkokpun tak semudah salak pondoh. Dari 10 batang, mungkin yang jadi hanya 4. Tanaman juga tidak boleh di area panas. Rasa juga lebih asam dan sepet. Namun belakang mulai banyak dicari karena dipercaya ada manfaat kesehatan," paparnya.
Dengan bentuk salak yang kekuningan, lanjutnya, salak gading memang mudah dikenali.
Demikian pula tanamannya yang berwarna lebih cerah; batangnya hijau, durinya kuning dan daunnya mulus. Sebagian pihak percaya bahwa salak ini berkhasiat melawan asam urat.
"Karena itu saya khawatir kalau dibiarkan, bibit bisa terus keluar. Semoga saja pemerintah membuat semacam pembatasan terkait penjualan bibit ini," katanya.(*)