Laporan Reporter Tribun Jogja, Pradito Rida Pertana
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Pedagang Kaki Lima atau yang kerap disebut PKL memang tak bisa lepas dari kawasan Malioboro.
Beraneka ragam dagangan dari asesoris, kaos, batik, hingga makanan dan minuman pun dijajakan oleh para PKL Malioboro.
Walau begitu, tinggi dagangan yang digelar para PKL kerap dianggap menutupi sebagian toko yang berada di daerah tersebut.
NB Susilo (43), seorang pemilik toko di kawasan Malioboro mengatakan, tinggi dagangan para PKL di depan tokonya dinilai terlalu tinggi.
Sehingga membuat etalase tokonya tidak nampak jelas dari luar toko.
Menurutnya, di dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) No 37 tahun 2010 disebutkan bahwa tinggi dagangan PKL di depan toko sudah ditentukan, dan seharusnya dilakukan pemeriksaan oleh pihak terkait jika tidak sesuai perwal tersebut.
"Tinggi dagangannya itu kan harusnya tidak lebih dari 1,5 meter kalau sesuai perwal tapi ini kelihatannya melebihi. Jadinya kan menutupi sebagian toko," katanya, Selasa (17/10/2017).
Lanjutnya, ia merasa bahwa jika merunut kembali dalam sejarah, di tahun 1975 silam, toko yang berada di kawasan Malioboro posisinya dimundurkan kurang lebih 5 meter.
Hal itu merupakan perintah dari Wali Kota yang saat itu dijabat oleh Soejono untuk digunakan sebagai tempat pejalan kaki.
"Dulu ada perintah suruh mundur tokonya dari Wali Kota karena untuk pejalan kaki di Malioboro. Tapi kedepannya malah diisi PKL, semoga trotoar itu bisa difungsikan sebagai mestinya," jelasnya.
Ia menambahkan, agar kedepannya pihak terkait kerap melakukan pemeriksaan tinggi dagangan milik para PKL.
Hal tersebut perlu dilakukan supaya antara PKL dan pemilik toko tidak dirugikan nantinya.
Terpisah, salah seorang pemilik toko yang enggan disebutkan namanya juga mengungkapkan, bahwa dengan ketinggian dagangan para PKL berpengaruh terhadap tokonya yang kurang bisa dilihat dari luar.