News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bendesa Adat Tanjung Benoa Jadi Tersangka Pemerasan, Kuasa Hukum Pertanyakan Dasar Hukumnya

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Bendesa Adat Tanjung Benoa I Made Wijaya alias Yonda ditetapkan tersangka.

Polisi menetapkan dengan penerapan kasus pemerasan terselubung yang dilakukan oleh Yonda.

Atas hal ini Kuasa Hukum Yonda, Iswayudhi Edy P, mempertanyakan letak atau dimana bukti pemerasan itu dilakukan.

"Pemerasan terselubung? Awalnya sebelum perarem dibuat sudah ada sosialisasi namun blm semua sepakat atau kira-kira Sembilan pengusaha. Nah yang sudah sepakat dipungut sambil terus sosialiasi," ucap Yudi kepada Tribun Bali, Senin (20/11/2017).

Senyampang berjalannya waktu, hingga Sembilan pengusaha yang awalnya belum sepakat akhirnya mau ikut program gali potensi hingga kemudian perarem terbit dan berjalan.

Namun, semua berhenti ketika dilakukan OTT (operasi tangkap tangan) oleh Polda Bali.

"Lantas dari mana pemerasannya ketika 24 pengusaha sudah sepakat. Intinya sudah ada pernyataan dan kesepkatan para pngusaha dengan desa adat sebagai lembaga bukan per orangan Yonda," tegasnya.

Di sisi lain, Polda Bali pun menyebut bahwa peristiwa pungutan liar tersebut dimulai sejak 20 Desember 2014, dimana Yonda sebagai Bendesa Adat menyampaikan kepada para pengelola Wisata bahari di Tanjung Benoa, agar membayar kepada Desa adat uang sebesar Rp. 10.000 per kepala, per aktivitas selama kegiatan usahanya berlangsung.

Selanjutnya, 25 April 2015, disahkan Perarem sebagai dasar melakukan pungutan, dengan substansi bahwa setiap perusahaan wajib membantu Desa Tanjung Benoa dalam memfasilitasi penitipan harga di atas.

Dan sanksi pungutan jika melanggar adalah penutupan akses jalan menuju perusahaan. Kemudian, dibentuk juga bila melanggar. Dalam pelaksanaan pemungutan dibentuk Satuan Gali Potensi Desa adat.

Pada prinsipnya pungutan yang didasarkan perarem hasil paruman desa tidak dipermasalahkan, bila materi yang dibuat benar dan tidak bertentangan dengan aturan diatasnya, serta dibuat atas dasar musyawarah bukan atas pesanan oknum tertentu sebagai legal standing atas perbuatannya melawan hukum.

Pemerintah daerah Bali telah mengatur dalam Perda Bali No.3 tahun 2003 tentang perubahan Perda No.3 tahun 2001 tentang desa Pekraman bahwa Pendapatan desa pekraman diperoleh dari, urunan karma, hasil pengelolaan kekayaan desa; hasil usaha LPD, bantuan pemerintah, pendapatan lain yang sah serta sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat.

Sedangkan ketentuan tentang pungutan pun sudah diatur dalam UU No. 28 tahun 2009 ttg pajak dan retribusi daerah.

Bahwa tindakan kepolisian dilakukan karena ingin meningkatkan eksistensi desa dalam mendukung kebijakan pemerintah daerah Bali yang Mandara, Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman terhadap tamu domestik dan mancanegara, diantaranya dengan membersihkan preman-preman yang meresahkan, termasuk preman yang berkamuflase menjadi perangkat desa yang mengatasnamakan masyarakat, tapi untuk kepentingan pribadi dan golongannya.

Yudi pun menanggapi, bahwa apa yang dilakukan oleh Desa Adat adalah sesuai ketentuan Perarem.

Tidak ada istilah menggunakan jabatan sebagai alat untuk memeras. Perarem merupakan hasil rapat desa yang menyutujui adanya retribusi. Sebab, dalam azaz manfaatnya pun kembali untuk pembangunan desa.

"MUDP sudah menjelaskan, bahwa pungutan harus berdasarkan Perarem. Jadi tidak ada yang salah dengan yang dilakukan Bendesa dan Prajuru atau pengurus perangkat desa."

"Semua bersifat sepakat dalam hal pungutan tersebut. Tidak ada sikap memeras dan memaksa yang dilakukan oleh Lembaga Desa Adat Tanjung Benoa seperti yang diucapkan Polda Bali," bebernya. (ang).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini