Sementara kemungkinan kedua terjadi letusan eksplosif yakni letusan besar mengelontarkan material disertai awan panas.
"Ini yang kita takuti tadi. Kita khawatir magma sudah dangkal di kawah, tiba-tiba ada jumlah magma dengan volume besar keluar secara barengan. Ini yang nanti jadi eksplosif. Ini yang tadi bikin kami (PVMBG) agak panik, sehingga kami minta warga menjauh dari pos pantau," kata Suantika, ahli vulkanologi asal Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Buleleng.
Gunung Agung memiliki dua karakter atau tipe letusan, eksplosif dan efusif.
Hal ini mengacu pada letusan tahun 1963, yang berlangsung hampir setahun sejak 16 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964 dengan ditandai dua kali letusan dahsyat.
Suantika pun menyebut letusan selama setahun seperti tahun 1963 ini pun sangat berpotensi kembali terulang tahun ini.
"Sangat ada kemungkinan jika erupsi berlangsung selama setahun dengan mengacu riwayat letusan tahun 1963," tandasnya.
Tim PVMBG pun akan mempertimbangkan perluasan zona bahaya.
Saat ini zona bahaya berada di radius 8-10 kilometer.
Kemungkinan akan diperluas sampai radius 9-12 kilometer.
"Melihat kondisi Gunung Agung saat ini, saya kira impact-nya akan luas. Kita lihat perkembangan dulu, nanti kita akan pertimbangkan perluasan zona bahaya," jelas Suantika.
Pejabat Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho sebelumnya menyebut potensi letusan Gunung Agung yang lebih besar segera terjadi.
Potensi ini teramati dari peningkatan status Gunung Agung dari Siaga menjadi Awas.
Lontaran Batu
Setelah Tohlangkir mengalami tremor overscale, PVMBG menerima informasi adanya lontaran batu di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem, atau di lereng utara Gunung Agung.