Laporan Wartawan Banjarmasin Post Helriansyah
TRIBUNNEWS.COM, KOTABARU - Sebagian besar masyarakat Kotabaru mengenal keangkeran cerita mitos tentang Tanjung Dewa.
Sampai saat ini belum ada yang mengetahui persis sejarah tentang daratan menjorok ke laut itu hingga diberi nama Tanjung Dewa.
Entah karena keberadaannya yang banyak menguak cerita tentang mistis di masyarakat sehingga muncul persepsi bahwa Tanjung Dewa adalah sebuah kerajaan gaib.
Masih belum diketahu dan dipastikan secara realitis kebenarannya.
Karena penelusuran BPost online, beberapa tokoh masyarakat yang ditemui tidak bisa memberikan penjelasan tentang asal muasal nama Tanjung Dewa.
Terlepas dari penelusuran asal muasal pulau bernama Tanjung Dewa, sebagian besar masyarakat asli Kotabaru tetap menyakini akan keangkerannya.
Tidak jarang ada warga yang melihat kegaiban di Tanjung Dewa.
Baca: Nelayan Temukan Mayat Mengapung di Perairan Tanjung Dewa
Aliansyah, salah seorang warga, bukan saja meyakini keangkeran Tanjung Dewa, tapi dia pernah melihat langsung dengan mata telanjang tentang kegaiban itu.
Terjadi pada 43 tahun silam atau sekitar tahun 1975 silam.
"Pada waktu itu aku bersama seorang kawan bernama Johan sedang melaut di sekitar perairan Tanjung Dewa. Sekitar tengah malam, saat kawan tidur dengan tidak sengaja aku melihat Tanjung Dewa seperti bangunan keraton," ucap Aliansyah.
Menurut Aliansyah, menyaksikan keanehan itu tidak hanya terdiam.
Tidak lama menyaksikan keanehan itu, ia langsung sakit.
"Tidak lama melihat bangunan mirip keraton, aku pun langsung garing (sakit) saat itu," jelas Aliansyah.
Diakui Aliansyah, percaya atau tidak tentang keangkeran itu.
Diyakini dia, bahwa Tanjung Dewa adalah sebuah kerajaan gaib yang bisa terlihat dengan kasat mata.
Karena tambah dia, selain cerita mitos tentang keangkerannya.
Oleh warga berketurunan Cina, pada tahuan 1960an, Tanjung Dewa dipercayai dapat memberikan keberuntungan.
"Warga keturunan Tionghoa yang tinggal di Kotabaru percaya Tanjung Dewa bisa mengabulkan keinginan mereka. Seperti bernazar apa saja. Bila nazar kesampaian melepas kambing di Tanjung Dewa," katanya.
Karena tidak sedikit mereka yang bernajar kesampaian, pada tahun 1960an itu banyak warga keterunan Cina bernajar dan melakukan ritual pelepasan kambing.
"Tapi tidak mesti kambing juga. Tergantung apa yang dinazarkan. Kalau ayam ya ayam yang dilepas," katanya.