"Pihak kepolisian hendaknya segera menangkap dan mengungkap motif pelaku," ujar Ketua Setara Institute, Hendardi.
Setara Institute menyebut kasus yang penganiayaan yang menimpa KH Umar Basri sangat sensitif.
Bahkan, kasus itu dinilai berpotensi menimbulkan friksi sosial dalam skala yang cukup mengkhawatirkan.
"Secara substantif, serangan tersebut merupakan teror yang dilakukan oleh perseorangan (lone wolf) untuk menimbulkan ketakutan dan ancaman berdasarkan paham keagamaan ekstrim dengan kekerasan (violent extremism)," kata Hendardi.
Karena itu, Setara Institute meminta polisi memberikan perhatian khusus dan penanganan yang cepat dan tepat terhadap kasus ini.
Tak hanya polisi, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri juga diminta memberikan perhatian khusus terhadap kasus serangan dan pemukulan secara membabi buta terhadap tokoh NU tersebut.
Setara Institute menduga penganiayaan ini dilakukan atas dasar sentimen dan paham keagamaan.
Selama melakukan tindakan biadabnya, pelaku mengekspresikan kalimat-kalimat yang pada pokoknya mengklaim bahwa korban dan pengikutnya "pasti masuk neraka".
Dalam kasus ini, ucapnya, pelaku menunjukkan fenomena pengajaran keagamaan yang mengarah pada eksklusivisme dan ekstrimisme dengan kekerasan yang telah mengakibatkan jatuhnya korban.
Penjagaan di Ponpes Harus Diperketat
Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan, kala tahun politik bergulir pihak keamanan mesti memberikan penjagaan ekstra, utamanya kepada pondok pesantren.
Hal itu ia sampaikan menanggapi peristiwa nahas yang dialami oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka (Santiong).
Korbannya KH Umar Basri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ceng Emon.
"Tolong untuk pihak kepolisian untuk segera menindaklanjuti kasus penganiayayan kyai Emon," ujarnya.
Cucun menilai hal itu akan menganggu stabilitas pihak pesantren. Apalagi yang dianiayai seorang kiai.