Tahun 2015, Joged Bumbung juga masuk warisan budaya dunia tak benda, bersama delapan tari Bali lainnya yaitu Rejang Dewa, Sang Hyang, Baris Gede, Topeng Pajegan, Wayang Wong, Gambuh, Legong Kraton, dan Barong Kuntisraya.
"Setelah masuk menjadi warisan dunia, ada yang meresahkan karena munculnya joged jaruh ini. Kesan tarian Joged Bumbung menjadi buruk di mata dunia," jelas Prof Bandem.
Karena itu, pihaknya melakukan analisis terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam pagelaran joged jaruh tersebut.
Berdasarkan analisa joged jaruh yang ada di YouTube, diperoleh 12 pelanggaran yang dilakukan.
Pelanggaran pertama yaitu adanya goyang pinggul dan ngebor yang sensual, tidak seperti joged pada umumnya.
Sering mempertontonkan gerakan dada dengan sensual.
Baca: Sang Ayah Tak Sanggup Katakan kepada Mukhmainnah Kalau Putri Sudah Tiada
Terdapat gerakan angkuk-angkuk saat berhadapan dengan pangibing.
"Ciri khasnya joged itu ngegol, nyeledet, buka mulut memperlihatkan gigi emasnya okelah, tapi angkuk-angkuk tidak ada pakemnya," kata Prof Bandem.
Pelanggaran selanjutnya, yaitu pengibing ngebor dari belakang penari sambil memegang pinggang penari.
Baju kebaya penari merangsang dengan menonjolkan lekuk tubuh bagian atas, kain penari macingcingan dan terbelah di bagian depan, belahan kamen di bagian depan tertarik ke atas sehingga mempertontonkan yang tidak pantas.
Selanjutnya penari membawa kipas hanya untuk menepak pangibing agar mau mangibing, tidak ada pola yang jelas dalam ngibing sehingga sampai ada yang memegang bagian vital, dan tidak ada kejelasan dalam struktur tarian.
"Tidak memiliki struktur yang jelas tarian joged ngebor itu, biasanya ada pangawit, pangadeng, ibing-ibingan. Tapi ini langsung saja ngibing, artinya pakem yang ada dilanggar," imbuh Prof Bandem.
Selain itu pangibingnya juga ada yang masih anak-anak, dan yang terakhir dipertontonkan terbuka termasuk menjadi konsumsi anak-anak.