TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Suliono (23) tercatat pernah belajar di Pondok Pesantren (ponpes) Sirojul Mukhlasin Payaman I, Desa Payaman, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sejak Juli 2017.
Namun, perilakunya cenderung mengarah kepada paham radikal yang tidak sepaham dengan ajaran di ponpes tersebut, sehingga tidak jarang teman-temannya sesama santri mengucilkannya.
"Kalau ngobrol itu selalu soal jihad-jihad radikal, teman-temannya sering tidak nyambung, jadi tidak pernah diperhatikan. Kalau di kelas kadang agak dikucilkan," tutur Hanafi, kepala Madrasah Ponpes Sirojul Mukhlasin Payaman I, Desa Payaman, Senin (12/2/2018) sore.
Baca: Kontroversial, Selebrasi Pemain China Saat Hadapi Indonesia Tuai Komentar Negatif
Hanafi menceritakan, Suliono hanya bertahan lima bulan saja berada di ponpes ini. Selama itu, perilakunya memang terlihat biasa layaknya santri lainnya. Dia juga membantu usaha laundri salah satu pengasuh ponpes.
"Kalau perilaku normal seperti santri yang lainnya. Cuma kalau kata kawan-kawannya, dia sering ngobrolin tentang jihad, pernah lihat video, berita-berita jihad seperti itu," paparnya.
Hanafi mengaku kaget mengetahui informasi tentang Suliono yang menyerah gereja Santa Lidwina di Sleman, Minggu (11/2/2018) kemarin. Dia baru tahu kabar tersebut dari kepolisian yang datang ke ponpesnya, Minggu malam.
"Saya kaget sekali, baru tahu dari Bapak polisi yang datang kemari. Kami memang kurang mengikuti media sosial, santri kami tidak diperbolehkan bawa handphone," tuturnya.
Hanafi sangat menyayangkan tindakan Suliono itu karena telah mencemarkan nama Ponpes Sirojul Mukhlasin Payaman I, Payaman. Hanafi menegaskan, ponpes yang berdiri sejak 105 tahun silam ini tidak pernah mengajarkan sedikit pun tentang kekerasan, terlebih radikalisme.
"Kurikulum yang kami pakai sejalan dengan Nahdlatul Ulama (NU), sama dengan kurikulum yang dipakai di ponpes umumnya. Kami belajar menghafal Al Quran, hadits," jelasnya.
Sebelum melanjutkan di ponpesnya, Suliono tercatat pernah belajar di Ponpes Sirojul Mukhlasin Payaman II, di Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Di ponpes itu, pria asal Banyuwangi itu belajar selama dua tahun, sejak 2015-2017.
Muamar, pengasuh Ponpes Sirojul Mukhlasin Payaman II, mengatakan, selama belajar di ponpesnya, Suliono tidak menonjol dalam perilaku maupun prestasi. Pihaknya juga mengaku tidak tahu latar belakang kehidupan Suliono sebelum masuk ke ponpesnya.
"Saya ndak tahu itu. Dia datang ke sini mendaftar sebagai santri lulusan SMA, datang untuk belajar, latar belakangnya ndak tahu, kita juga ndak minta surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian. Hanya kartu identitas dan syarat administrasi lainnya saja," paparnya.
Dia menyebutkan, ponpesnya dihuni sekitar 1.800 santri putra dan sekitar 1.000 santri putri. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan dari negara-negara tetangga.
Seperti diberitakan, seorang pemuda bernama Suliono (23) ditetapkan sebagai tersangka setelah kedapatan melakukan penyerangan di Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta, saat prosesi ibadah, Minggu (11/2/2018) pagi.
Peristiwa itu menyebabkan pastur gereja terluka. Kasus ini masih dalam penyidikan kepolisian setempat dan Detasemen Antiteror 88 Polri.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di Kompas.com, dengan judul: Tak Sepaham, Suliono Dijauhi Teman-temannya di Pesantren