TRIBUNNEWS.COM, BALI - Warga Dusun Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang mengungsi lagi, Rabu (7/3/2018).
Ini karena beberapa hari belakangan, mereka kembali merasakan gempa. Desa Nongan dan Pesaban, Kecamatan Rendang menjadi tujuan mereka.
Wayan Dapat (60), pengungsi asal Temukus mengungkapkan, suara gemuruh kadang terdengar saat siang dan malam hari.
Suaranya yang cukup keras membuat mereka merasa was-was.
"Temukus berada di lereng Gunung Agung. Jaraknya sekitar lima kilometer. Makanya bunyi gemuruh terdengar jelas. Selain itu juga karena Gunung Agung sering tertutup awan hitam. Warga takut dan khawatir," kata Wayan Dapat ditemui Tribun Bali di lokasi pengungsian, Kamis (8/3/2018).
Warga Temukus mengungsi secara mandiri. Mereka berangkat mengajak keluarga mengendarai sepeda motor dan mobil.
Informasi yang dihimpun Tribun Bali, sebanyak 28 orang mengungsi ke posko pengungsian Pesaban dan sekitar 20 orang ke Sibakan, Desa Nongan. Sedangkan sisanya menuju UPT Pertanian.
Ketua Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung, Gede Pawana mengatakan, warga mengungsi karena gempa dan suara gemuruh yang berasal dari perut Gunung Agung.
Namun ia belum mengetahui jumlah warga yang mengungsi.
"Tadi pagi (kemarin) ada beberapa warga yang sudah balik ke rumahnya. Apakah malam akan mengungsi lagi atau tidak?, saya masih belum tahu. Sekarang kondisi sudah membaik," kata Pawana.
Jumlah pengungsi mengalami penambahan pasca gempa 3.4 skala richter menguncang Bumi Lahar beberapa detik.
Jumlah pengungsi diperkirakan mecapai 1.650 jiwa tersebar di 37 titik pengungsian di Pesaban, Nongan, dan Rendang.
Warga yang mengungsi sebagian besar berasal dari Kesimpar, Bukit Galah, Badeg, dan Temukus.
Mereka mengungsi di UPT Pertanian Rendang, di Desa Amerta Buana, Desa Pesaban, dan Nongan. Mereka masih mengungsi karena jalanan rusak.
Peningkatan Solfatara
Kepala Sub Mitigasi Gunung Berapi, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika mengatakan, secara visual Gunung Agung masih terlihat tenang.
Belum ada peningkatan kegempaan. Perharinya tercatat sekitar satu hingga lima kali gempa. Bahkan kadang malah tidak ada gempa.
Gunung Agung sering ditutupi awan putih yang berasal dari hembusan. Itu menandakan ada peningkatan solfatara dari Gunung Agung.
"Suara gemuruh bisa jadi disebakan karena peningkatan solfatara. Tapi tidak banyak," ungkap Suantika.
Ditambahkan, potensi letusan masih tetap ada. Cuma dampaknya masih berada sekitar empat kilometer dari Puncak Gunung Agung.
Di luar zona itu, dinyatakan masih aman. Namun warga diminta tidak mendekati radius empat kilometer.
Sebelumnya, PVMBG menurunkan status Gunung Agung dari Level IV jadi Level III, Sabtu (10/2) pukul 10.00 Wita. Radius rawan bahaya juga dipersempit dari enam kilometer jadi empat kilometer
Penulis: Saiful Rohim
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul: Suara Gemuruh dari Mahagiri Tohlangkir Terdengar Lagi, Warga Temukus Besakih Kembali ke Pengungsian