Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe
TRIBUNNEWS.COM, MAROS - Bupati Maros, Hatta Rahman mengaku baru mengetahui kondisi puluhan siswa di Dusun Damma, Desa Bonto Matinggi, Tompobulu, Maros, yang harus pertaruhkan nyawanya demi mengejar cita-cita, Senin (9/4/2018).
Siswa bertaruh nyawa saat menyeberangi sungai yang memiliki kedalaman mencapai leher orang dewasa. Hal itu dilakukan siswa lantaran tidak adanya akses lain atau jembatan.
"Saya baru tahu soal itu setelah baca berita. Saya harus pastikan dulu lokasinya. Selama ini, saya belum pernah mendapat laporan dari pemerintah desa maupun kecamatan," kata Hatta.
Baca: Raup Rp 1 Juta Perhari, Lima Pelaku Grab Tuyul Digerebek di Gowa
Hatta menyesalkan tindakan Kades yang terkesan menutupi kondisi miris yang dialami warganya. Seharusnya, Kades melaporkan semua masalah yang terjadi di wilayahnya.
Pemkab juga tidak pernah mengambil langkah, dengan alasan tidak ada laporan. Dia mengaku prihatin melihat kondisi warganya yang harus bertaruh nyawa jika akan meninggalkan dusunnya.
"Nanti saya hubungi Kepala Desanya. Kenapa tidak pernah ada laporan soal itu. Itu sangat membahayakan warga di sana," katanya.
Seorang warga, Abdullah mengatakan, pembanguan jembatan dengan menggunakan ADD tersebut terbengkalai. Padahal pekerja sudah membangun tiang di tepi sungai.
"Nyawa warga di sini setiap hari terancam saat menyebarangi sungai. Selama ini, tidak pernah ada jembatan. Kalau warga mau keluar, harus menyeberang sungai. Tidak ada pilihan lain. Ini akses satu-satunya," katanya.
Kondisi tidak adanya jembatan, sudah menewaskan seorang warga. Beberapa tahun lalu, seorang ibu bersama dua anaknya menyeberang sungai itu. Namun tiba-tiba hanyut karena tidak bisa menahan derasnya air.
Korban baru ditemukan saat sudah meniggal. Selain itu, seorang warga lainnya yang telah meninggal dunia tidak disalatkan. Hal itu disebabkan, tidak adanya ustad yang berani datang karena kondisi air deras.
Warga heran, jembatan tersebut tidak kunjung rampung. Padahal sungai sudah beberapa kali menelan korban. Beberapa kali warga terisolir karena kondisi air yang pasang atau deras.
Abdullah mengatakan, hanya ada satu ban yang digunakan siswa untuk menyeberang sungai. Hal itu membuat orangtua, harus bolak balik menjemput.
Kadang, jiwa waktu jam masuk belajar sudah terdesak, siswa memilih berenang sambari membawa tasnya dengan cara mengangkat satu tangan. Beberapa siswa terseret arus, namun kembali diselamatkan oleh orang dewasa.
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Bupati Maros Mengaku Tak Tahu Ada Anak-anak yang Bertaruh Nyawa saat ke Sekolah