TRIBUNNEWS.COM, SURABA - Setelah terjadinya peledakan di tiga gereja Surabaya pada Minggu (13/5/2018) terpaut beberapa jam kemudian, terjadi peledakan lagi di sebuah kamar di lantai lima Rusunawa Wonocolo, taman, Sidoarjo, Jawa Timur.
Akibat peledakan tersebut istri dari pelaku yaitu Puspitasari (47) dan anak sulungnya ditemukan meninggal.
Menurut Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera, pada ledakan pertama Anton mengalami luka parah namun masih hidup.
Namun, karena membahayakan, ia langsung dilumpuhkan oleh pihak kepolisian.
"Dia dalam keadaan memegang switching, sehingga terpaksa dilumpuhkan," katanya.
"Jadi, Anton tewas setelah dilumpuhkan petugas yang datang ke lokasi," sambungnya.
Suasana rusun Wonocolo, Taman, Sidoarjo, Minggu (13/5/2018) malam. (surabaya.tribunnews.com/m taufik)
Baca: Warga Sekitar Penyergapan Terduga Teroris di Manukan Kulon Surabaya Dengar 5 Kali Tembakan
Sementara itu, anak keduanya, berinisial AR diketahui tidak mengalami luka dan langsung menyelamatkan kedua adiknya, FP dan GHA.
AR ini melihat kedua adiknya terluka parah.
Sedangkan, jenazah Anton, istri, dan anak pertamanya telah dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara, Senin dini hari sekitar pukul 01.30 WIB.
Foto di dalam sebuah kamar di rusun Sepanjang, Sidoarjo yang menunjukkan adanya korban ledakan, Minggu (13/5/2018) (ist)
"AR, satu-satunya anak laki-laki selamat," ungkap Kombes Pol Frans Barung Mangera.
"Dia juga yang membawa dua adiknya ke rumah sakit, sekarang mereka di Rumah Sakit Bhayangkara," lanjutnya.
Kapolda Jawa Timur Irjen Machfud Arifin membocorkan cara orangtua mendoktrin anak-anaknya.
Satu caranya pendoktrinanan dengan mencekoki anak mereka dengan video jihad secara rutin agar membentuk ideologi anak.
"Orangtua tentu punya peran penting di balik kejadian ini bisa mengajak anak mereka," ujar Irjen Machfud Arifin di Media Center Polda Jatim, Selasa (15/5/2018).
"Seperti rajin memberikan tontonan video jihad kepada anak-anak untuk membentuk ideologi sejak dini."
"Cara ini dilakukan oleh semua pelaku, mereka satu jaringan."
Tapi, ternyata salah satu anak pelaku yang diketahui menolak doktrin orangtuanya untuk menjadi teroris.
AR menolak doktrin kebohongan orangtuanya yang dilakukan untuk adik-adiknya.
Yaitu, anak-anak Anton dan Puspitasari diminta untuk mengaku home schooling saat ditanya oleh tetangga.
Padahal, mereka tak sekolah sama sekali.
"Faktanya, selama ini anak mereka di paksa mengaku home schooling padahal tidak bersekolah sama sekali," kata Irjen Machfud Arifin.
"Usaha ini agar anak mereka tidak berinteraksi dengan orang lain."
Namun, AR terang-terangan menolak doktrin orangtuanya dan memilih hidup dengan caranya sendiri.
Ia memilih untuk tetap bersekolah hingga hidup bersama neneknya.
"Ada satu anak dewasa yang di Rusun Wonocolo itu menolak ikut ajaran dari orangtuanya," kata Kapolda Jatim.
"Ia memilih untuk tetap bersekolah dan ikut dengan neneknya," lanjutnya.
Sayang di hari kejadian ia berada di rumah orang tuanya. Ia pun tak tahu soal rencana orang tuanya yang akan meledakkan bom.
Ketika bom hendak diledakkan, AR sempat menghindar. Sehingga ia pun bisa selamat dan hanya terluka sedikit.
Beda dengan kedua adiknya yang masih kecil. Mereka terluka parah.
AR pun langsung menolong dua adik bungsunya saat terluka akibat bom orangtuanya.
Ia melarikan kedua adiknya ke rumah sakit. Mereka kini sedang dirawat Rumah Sakit Bhayangkara.
Sedangkan, orangtua AR dan kakaknya tewas karena bom sendiri.