Kebijakan ini diambil supaya mereka bisa fokus belajar menghadapi ujian yang dilaksanakan sampai Kamis (31/5/2019).
“Alhamdulillah senang, bisa tidur di sekolah, bisa belajar dengan tenang,” ungkap Dila.
Hal sama dirasakan Faisal Tri Utomo (14). Remaja asal Dusun Gowokringin, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, itu masih ingat betul ketika erupsi Merapi 2010 silam.
Dia dan seluruh keluarganya merasakan kepanikan saat Merapi bergemuruh lalu mengeluarkan awan panas.
Dia harus berlarian mengungsi ke lokasi aman.
“Ingat sekali waktu erupsi tahun 2010, takut kalau kali ini terjadi lagi,” ujarnya.
Humas SMP Muhammadiyah 2 Sawanga, Ahmad Taufik, menjelaskan ada 29 siswa yang menginap di asrama sekolah.
Mereka berasal dari KRB III meliputi Tlogolele, Karang dan Stabelan, Kabupaten Boyolali serta Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
“Kami meminta mereka untuk sementara menginap di sekolah saja, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan karena aktivitas Gunung Merapi sedang meningkat,” tutur Taufik.
Ia merasa prihatin karena para siswanya itu tidak bisa belajar dengan tenang, padahal saat ini sedang berlangsung ujian akhir semester.
Tidak hanya itu, akses dari rumah mereka ke sekolah juga beresiko terdampak abu atau material gunung Merapi.
“Ada yang curhat kalau tidak bisa belajar karena takut, jadi kami putuskan supaya mereka bermalam di sekolah. Biar mereka fokus, tidak beban, merasa aman,” jelasnya.
Taufik berujar selama anak-anak menginap sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab pihak sekolah, mulai dari pendampingan belajar sampai kebutuhan logistik.
Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Magelang. Seperti diketahui, lebih dari sepekan ini, Gunung Merapi yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan DIY itu mengalami peningkatan aktivitas, sejak Jumat,11 Mei 2018.
BPPTKG pun telah menaikkan status dari normal menjadi waspada sejak Senin, 21 Mei 2018. (*)