Mereka merasa kehilangan remaja yang dikenal pandai dan supel bergaul itu.
Selesai jenazah dimakamkan, keluarga dan teman-teman EPA menaruh karangan bunga di atasnya.
Keluarga dan teman EPA juga terlihat mengambil foto terakhir di tempat pemakaman EPA.
Ibu EPA, Endang Susiani, sempat memberikan komentar kepada media usai proses pemakaman anaknya.
Pertama, dia berdoa agar anak bungsunya itu masuk surga.
Lalu, dia menyinggung soal sistem zonasi dalam penerimaan peserta Didik baru di tingkat SMA.
Dia meminta pemerintah mengkaji ulang sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru tingkat SMA.
Baca: Perempuan 20 Tahun Tewas Diduga Minum Pil Aborsi, Sang Pacar Minta Perlindungan Polisi
Sebab, kabar yang beredar di teman-teman sekolah, EPA nekat bunuh diri karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar yang diidamkannya.
Endang mengakui EPA pernah mengeluh kepadanya soal sistem penerimaan peserta didik baru di tingkat SMA.
EPA khawatir peluangnya diterima di salah satu SMA favorit di Kota Blitar kecil karena terbentur sistem zonasi.
"Sebelumnya dia sempat mengeluh soal itu ke saya. Dia juga pesimis tidak bisa masuk sekolah favorit seperti kakak-kakaknya. Untuk itu, saya minta pemerintah untuk mengkaji ulang sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru di SMA," kata Endang.
Sebelumnya, EPA, ditemukan meninggal gantung diri di kamar kos, Jl A Yani, Kota Blitar, Selasa (29/5/2018).
Diduga motif yang mendorong remaja 16 tahun yang baru lulus dari SMPN 1 Kota Blitar ini bunuh diri karena khawatir gagal masuk SMA favorit di Kota Blitar karena terbentur masalah zonasi.
Sistem zonasi ini memprioritaskan siswa dari dalam kota. Sedangkan siswa dari luar kota hanya diberi kuota sekitar 10 persen.