Laporan Wartawan Tribun Jateng, Deni Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Belum lama ini, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) RI Prof Mohamad Nasir mengklaim telah mengumpulkan seluruh rektor perguruan tinggi negeri (PTN) serta koordinator perguruan tinggi swasta (PTS) Indonesia.
Mereka dikumpulkan sebagai upaya dalam menyikapi permasalahan radikalisme yang diduga kuat secara leluasa menyusup ke lingkungan pendidikan tinggi.
Atas dasar itu, dari forum tersebut diharapkan semakin bisa ditangkal sejak dini terhadap paham-paham radikalisme di kampus.
“Radikalisme adalah musuh bersama. Dan di era membangun teknologi informasi secara baik dalam rangka daya saing global, radikalisme harus dibersihkan. Itu harus dihilangkan terlebih dahulu,” tandasnya kepada Tribunjateng.com, Selasa (26/6/2018).
Dan menurutnya, saat ini upaya membersihkan atau menghilangkan paham-paham anti Pancasila, NKRI, serta Undang-Undang Dasar 1945 tersebut telah menjadi tugas bersama demi terciptanya suasana kondusivitas.
“Kami sudah keluarkan kebijakan, kampus dilarang ada paham radikalisme. Jika ada dosen yang terlibat, rektor harus bertanggungjawab dan secepatnya menyelesaikannya. Sama seperti permasalahan di lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang,” bebernya.
Menurutnya, terkait dugaan adanya dosen (guru besar) di lingkungan kampus Undip yang memiliki paham radikalisme tersebut, pimpinan atau dalam hal ini adalah Rektor Undip Prof Yos Johan Utama harus bersikap jelas.
“Harus segera diselesaikan secara cepat dan tepat. Jika rektor tidak bisa menyelesaikannya, nanti rektor tersebut yang akan saya selesaikan. Jadi, tolong segera diselesaikan. Termasuk kalau terbukti, berikan sanksi tegasnya,” ucap Nasir.
Menurutnya, berkait pemberian sanksi tersebut bukanlah ranah atau kewenangan menteri --dalam hal ini adalah Menristekdikti--. Semua diserahkan sepenuhnya kepada Rektor Undip untuk bersikap. Dan semua berlaku di perguruan tinggi manapun di Indonesia.
“Nah, jika terpaksa harus diberhentikan statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS), barulah yang melakukan adalah menteri. Terkait aturan-aturan tersebut, nanti akan kami edarkan peraturan resminya. Biar seluruh pihak mengerti serta paham,” terangnya.
Pernyataan Menristekdikti RI tersebut secara umum berkait persoalan terhadap Guru Besar Fakultas Hukum Undip Semarang yang diduga anti NKRI atau beralifiansi terhadap paham radikalisme.
Guru besar Undip tersebut menjadi sorotan publik pasca memposting beberapa komentar di sosial media.
Terhadap kondisi itu, Undip Semarang melalui Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) Universitas menggelar sidang terhadap yang bersangkutan.
Termasuk pula dalam perjalanan, jabatan yang diemban untuk sementara waktu dilepas atau dibebastugaskan selama masa persidangan berlangsung hingga akhirnya terputuskan hasil dari sidang tersebut.
Dan sejauh mana kini sidang itu berlangsung? Kepala UPT Humas dan Media Undip Nuswantoro Dwiwarno belum dapat menyampaikan perkembangan pelaksanaan sidang yang dilakukan sejak Mei 2018 lalu tersebut.
“Maaf, kami belum memperoleh perkembangan pasti dari pelaksanaan sidang etik tersebut. Kami masih coba konfirmasikan kepada pihak-pihak terkait. Jika sudah ada statment, nanti akan kami sampaikan,” tuturnya singkat. (*)