Laporan Wartawan Tribun Bali Ratu Ayu Astri Desiani
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Kabar duka datang dari seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bernama Kadek Pariani (33). Perempuan asal Dusun Alassari, Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng ini meninggal di Turki.
Pariani mengembuskan napas terakhirnya di sebuah rumah sakit di Turki setelah mengalami koma selama 12 hari.
Belum diketahui secara pasti penyakit apa yang diderita oleh Pariani hingga menyebabkan ia meninggal dunia.
Namun berdasarkan keterangan sepupu korban, Kadek Restiti yang juga bekerja di Turki, sebelum meninggal, ibu yang telah dikaruniai satu anak itu sering mengeluh sakit kepala dan nyeri di ulu hati.
Kabar meninggalnya sang anak diketahui oleh orangtuanya pada Minggu (24/6) sekitar pukul 17.00 Wita.
Ibunda Kadek Pariani, Made Srigati (51) saat ditemui di rumah duka, di Dusun Alassari, Selasa (26/6) siang mengatakan, anak kedua dari sembilan bersaudara itu berangkat ke Turki pada 2 Juni 2017 lalu.
Pariani bekerja di sebuah spa. Setiap kali menghubungi keluarga, ia selalu mengaku dalam keadaan baik-baik saja. "Tidak pernah mengeluh sakit.
Setiap menelepon pasti ngakunya lagi sehat, senang bekerja di sana. Sejak berangkat, dia belum pernah pulang," ungkap Srigati lirih.
Kini, Srigati merasa bingung, apakah jenazah sang anak dapat dipulangkan kembali ke Bali untuk diupacarai atau tidak. Kalaupun dapat dipulangkan, perempuan yang bekerja sebagai buruh ini mengaku tidak memiliki uang.
"Pariani mengaku bekerja di Turki melalui agen. Tapi saya tidak tahu agennya itu siapa dan di mana kantornya. Kalau memulangkan jenazahnya hanya butuh uang Rp 10 juta kami bisa mengusahakannya. Tapi kalau lebih dari itu mau cari di mana. Seandainya bisa dikremasi di sana, berapa biaya kremasinya, kami belum tahu. Yang penting anak saya bisa diupacarai," jelasnya.
Saat ini, jenazah Pariani masih dititipkan di rumah sakit yang ada di Turki. Sepupunya sedang berusaha untuk mengurus kepulangan jenazah Pariani.
Namun hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. "Harapannya biar jenazahnya bisa dipulangkan. Sepupunya sedang berusaha mengurus bersama agen. Tapi katanya butuh waktu lama," ujarnya.
Srigati mengaku telah merasakan firasat buruk beberapa waktu lalu. Foto almarhum Pariani semasa hidup yang ditempel di dinding kamarnya terjatuh malam hari.
Ia juga pernah bermimpi buruk tentang anaknya. Dalam mimpi itu, almarhum mengaku ketakutan. Ada sosok yang menarik-narik tangan anaknya itu.
"Habis mimpi itu saya langsung menelepon suruh dia pulang. Tidak usah lagi diperpanjang kontraknya. Mending cari kerja di Bali, dan dia mau. Katanya bulan Desember baru bisa pulang," terangnya.
Masesangi
Srigati merasa sangat terpukul ketika mengingat rencana anak kesayangannya itu yang ingin menikah bersama dengan seorang pria asal Turki.
Sang anak rencananya akan mengajak kekasihnya ke kampung halamannya, sembari meminta restu untuk menikah pada Desember 2018 mendatang.
"Katanya dia mau menikah dengan orang Turki. Pacarnya katanya usianya lebih tua. Habis menikah mau tinggal lagi di Turki. Dia juga minta ke saya buat menyiapkan enam ekor babi untuk masesangi kalau dia sudah pulang nanti," tuturnya.
Almarhum Pariani memang sempat menikah dengan seorang pria asal Kabupaten Karangasem. Namun ia sudah lama bercerai, sejak anaknya masih duduk dibangku kelas 1 SD.
Sebelum bekerja di Turki, Pariani juga pernah bekerja di tempat spa kawasan Denpasar.
"Dia mengikuti sepupunya, Kadek Restiti untuk ikut bekerja di Turki. Sepupunya itu sudah dua tahun bekerja di Turki. Gajinya lebih banyak, makanya dia juga kepingin kerja di sana. Almarhum sering ngirimin adik-adiknya uang, paling banyak Rp 10 juta. Anaknya memang baik sekali," ujarnya.
KBRI Minta Surat Keterangan Tak Mampu
Kepala Dusun Alassari, Ketut Roy mengatakan, hingga kemarin, pihaknya belum menerima informasi terkait kepastian apakah jenazah Pariani bisa dipulangkan atau tidak.
Ia mengaku mendapatkan informasi meninggalnya Pariani dari ayah almarhum yang ingin dibuatkan surat pernyataan mengizinkan untuk mencabut selang oksigen dan membuka alat-alat medis yang dipasangkan di tubuh Pariani.
"Surat pernyataan mengizinkan membuka alat-alat medis itu dibuat hari Senin pekan lalu. Dokter yang menangani mengatakan almarhum sudah koma selama dua pekan dan tidak bisa merubah keadaan. Ya kami fasilitasi, ditandatangi melalui perbekel lalu dikirim ke sepupunya melalui foto," jelasnya.
Kemarin, orangtua almarhum kembali mendatanginya untuk meminta surat keterangan tidak mampu sebagai persyaratan untuk memulangkan jenazah ke Bali.
"Itu syarat yang diminta oleh KBRI di Turki biar jenazahnya bisa pulang. Seadanya biayanya mahal, lebih baik direlakan untuk dikremasi di sana. Nanti diupacarai di Bali menyesuaikan. Mudah-mudahan bisa cepat di pulangkan," tutupnya. (*)