Pengembangan industri tanaman kopi melalui pola kemitraan Inti-Plasma, dapat menjadi salah satu solusi menurunkan angka kemiskinan, angka pengangguran dan juga angka kesenjangan sosial di Jawa Barat.
Pola Inti-plasma ini melibatkan pengusaha besar sebagai inti yang membina dan mengembangkan plasmanya, dalam hal ini adalah usaha kecil dan menengah, sehigga hasil pertanian kopi memiliki nilai jual lebih, yang keuntungannya bisa dirasakan secara signifikan oleh kedua pihak baik pengusaha maupun usaha kecil dan menengah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa mengungkapkan hal tersebut saat ekspose pengembangan kopi Jawa Barat di depan media dari 12 negara dan kunjungan lapangan pengolahan kopi di Tenjolaya Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung, Senin (02/07/18).
Selain menjadi pintu investasi bagi para pengusaha, penerapan pola inti-plasma ini juga berdampak baik pada lingkungan. Iwa menuturkan, sebelumnya para petani hanya menanam sayur-sayuran, sehingga sering menyebabkan erosi.
Sedangkan sekarang setelah ditanami kopi, keasrian lingkungan dapat lebih terjaga.
“Solusi yang kita sampaikan adalah pendekatan inti-plasma, artinya di satu sisi ada investasi oleh para pengusaha, di sisi lain ada pengolahan secara profesional dimana cherry-nya dibeli oleh yang inti tadi. Inilah salah satu yangb erhasil di Kabupaten Bandung, sehingga petani kecil yang berkelompok ataupun yang bekerjasama dengan perhutani itu berhasil,” papar Iwa.
“(penerapan pola inti-plasma) Ini membuat sekarang dari sisi lingkungan menjadi lebih baik. Dulu tanam sayur yang menyebabkan erosi, sekarang tanam kopi yang mereka rasakan keuntungannya lebih besar,” katanya lagi.
Di saat yang bersamaan, Iwa juga menemui tamu dari berbagai negara seperti Swiss, Kolumbia, Jepang dan Singapura, yang sengaja datang langsung ke perkebunan kopi Tenjolaya untuk memetik kopi dan melihat proses pengolahannya. Menurut Iwa, ini menjadi peluang serapan tenaga kerja masyarakat setempat, sekaligus menjadi nilai jual lebih ke dunia internasional sehingga harga jual kopi Jawa Barat meningkat.
“Untuk menyediakan ini (layanan turis) saja diperlukan ibu-ibu setempat hampir 200 orang, belum lagi para petaninya, dan mereka mendapatkan harga (kopi) yang paling mahal, yaitu sekitar 10.000 rupiah per kilo,” pungkas Iwa.
Disinggung terkait bantuan pemerintah provinsi Jawa Barat, Iwa mengatakan bahwa pihaknya sudah menyebarkan 10 juta bibit kopi bersertifikat, guna meningkatkan kualitas hasil pertanian kopi di Jawa Barat.(*)