TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Presiden Joko Widodo meminta Pemerintah Kabupaten Kulonprogo untuk segera menyelesaikan persoalan yang menyelimuti proyek pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Hal itu disampaikan Presiden kepada Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo saat berlangsung pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Hasto dalam pertemuan itu memang turut wadul alias curhat soal perkembangan proyek NYIA di Temon beserta kendala yang menyertainya.
Termasuk, masih adanya sikap penolakan dari sekitar 30 kepala keluarga (KK) warga terdampak pembangunan yang hingga saat ini masih bertahan tinggal di areal lahan pembangunan.
Presiden Jokowi kemudian memberikan beberapa arahan dan mendorong Pemkab Kulonprogo untuk segera menyelesaikannya demi mewujudkan percepatan realisasi pembangunan bandara.
"Pak Jokowi mengharapkan sisa yang 30 orang segera bisa diatasi dengan cepat dan sebaik-baiknya. Itu arahan beliau kepada saya," ujar Hasto kepada wartawan melalui pesan singkatnya.
Proyek NYIA memang termasuk dalam deretan proyek strategis nasional di bawah Kabinet Kerja.
Pada awal 2017 lalu, Jokowi pula yang memimpin seremoni babat alas atau penanda dimulainya proses awal pembangunan bandara internasional tersebut.
Jokowi menargetkan NYIA bisa beroperasi pada 2019 dan proses pembangunannya diharapkannya tidak maju mundur alias molor.
Keberadaan NYIA diyakini bakal menjadi pintu gerbang Yogyakarta untuk menyambut wisatawan dan memajukan perekonomian masyarakat.
Maka itu, lanjut Hasto, Jokowi menginginkan persoalan seputar lahan itu bisa diselesaikan dengan baik dan cepat meski tidak membahas detail teknisnya.
Hal itu bisa dimaknai bahwa pemerintah pusat mempercayakan penanganannya kepada pemerintah daerah asalkan tetap dalam koridor yang sesuai aturan.
"Presiden tidak (berbicara) sampai di situ (urusan teknis). Tapi, tentu, teknis itu ada di bawah (kewenangan pemerintah di daerah)," kata Hasto.
Hasto pun menegaskan bahwa Pemda dan pihak pemrakarsa pembangunan dari PT Angkasa Pura I serta pihak keamanan bersepakat untuk tidak menggunakan jalan kekerasan dalam penyelesaian masalah tersebut.
Langkah persuasif jelas akan dikedepankan sebagai bagian dari menyempurnakan ikhtiar.
Termasuk dalam proses pengosongan rumah yang masih ditinggali warga itu nantinya.
Dia juga berjanji akan mendatangkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mendampingi saat proses tersebut dilakukan.
"Mereka (warga) mau naik pohon ya kita tunggu di bawahnya. Lama-lama kan turun sendiri. Kalau bawa pisau atau parang, ya kita bujuk. Kita perhatikan manusianya sampai juga hewan ternaknya, kita pastikan semua sesuai haknya," kata Hasto.
Hanya saja, hingga saat ini diakuinya belum ada kepastian kapan pengosongan lahan dan eksekusi pemindahan warga itu bisa dilakukan.
Belum ada rapat koordinasi yang dilakukan lagi dengan pihak pemrakarsa.
Selain soal penolakan warga, Jokowi disebutkan Hasto juga berpesn agar Pemda membantu masalah penyertifikatan tanah untuk rakyat.
Bila perlu, dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sehingga, status kepemilikan tanah untuk masyarakat bisa terlayani. "Tidak hanya yang relokasi tapi juga untuk semua," kata Hasto.
Project Manager Pembangunan NYIA PT AP I, Sujiastono mengatakan bahwa pada prinsipnya semakin cepat masalah terselesaikan bakal lebih baik bagi progres perkembangan proyek pembangunan bandara tersebut.
Saat ini, pihaknya bersama rekanan dari PT Pembangunan Perumahan (PP) juga tengah mengejar kembali percepatan pekerjaan setelah sebelumnya sempat berjalan melambat memasuki bulan puasa dan masa Lebaran.
"Tidak ada program pemerintah yang menyengsarakan rakyat melainkan membuat kehidupan lebih baik," kata dia.(TRIBUNJOGJA.COM)