Dari penelitian ini, Stephanus menemukan bahwa 10 gram kulit kacang kering mampu menghasilkan 4 mL bioetanol.
“Umumnya pembuatan bioetanol menggunakan larutan asam seperti HCL dan H2SO4 dan reaksi pada suhu tinggi sehingga bersifat korosif pada lingkungan dan membutuhkan energi yang tinggi," papar dia.
Namun, dalam penelitian ini proses pembuatan bioetanol menggunakan metode enzimatik sehingga limbah tidak merusak lingkungan serta tidak menggunakan suhu tinggi.
Dengan demikian, menurutnya hal ini sangat memungkinkan jika dibuat dalam skala besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata produksi kacang tanah kurang lebih 700 ribu ton setiap tahunnya.
Stephanus menghitung, jika bobot kulit kacang kering sebesar 12-13 persen dari massa total kacang, maka ada sekitar 90 ribu ton kulit kacang yang dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol dan menghasilkan sekitar 36 juta liter Bioetanol setiap tahunnya.
Ditambahkannya, konversi energi menggunakan generator berbahan biofuel, membutuhkan bahan bakar sekitar 3,5 liter/kWh.
Dengan rata-rata pemakaian normal listrik 124 kWh/rumah, maka jumlah produksi etanol dari kulit kacang jika dilakukan secara maksimal dapat menerangi sekitar 6000 rumah setiap tahunnya.
“Harapannya bioetanol dapat digunakan sebagai biofuel untuk dapat menerangi desa-desa yang belum dialiri listrik,” jelas dia. (tribunjogja)