Soeharto dengan keterbatasannya tak bisa apa-apa melihat kondisi istrinya secara cermat. Satu-satunya orang yang peduli adalah Wati, tetangganya yang punya warung kopi di seberang rumah.
Wati memang seperti anak kedua yang memberikan makan, dan sering mengupayakan agar RT, RW, lurah, dan masyarakat memberikan perhatian kepada kondisi Soeharto.
"Saya bilang bapak untuk menjaga kesehatan supaya tetap bisa merawat ibu. Karena saya sendiri tidak tega melihat luka ibu, saya juga megupayakan ke RT, RW, dan Kelurahan supaya bapak dapat makan gratis."
"Sekaligus dapat relawan yang pas untuk mengurus ibu," kata Wati, sambil mengemasi piring kotor bekas makan Soeharto untuk dibawa pulang.
Belakangan, Soeharto dibantu seorang relawan dari sebuah LSM bernama Siti, yang membantu membersihkan luka Astuti setiap dua hari sekali.
Tukang Pijat
Setelah pensiun dari tugasnya menjadi atlet, Soeharto mengaku menjadi tukang pijat. Namun seiring berjalannya waktu memang sepi tidak ada yang menggunakan jasanya.
Selain itu Soeharto juga menjadi pekerja sosial di YPAB Tegalsari, Surabaya.
Satu-satunya sumber kehidupan yang dia punya adalah pembayaran uang dari rumahnya di Probolinggo yang dikontrakkan.
"Rumah itu pemberian pemerintah jaman Presiden Susilo Bambang Yudoyono karena prestasi olahraga saya."
"Tapi memang sekarang kosong tidak ada yang kontrak, kabarnya ada yang tertarik kontrak tapi belum tahu lagi," katanya,.
Saat ini pasangan Soeharto dan Astuti tinggal di rumah warisan Astuti dari orangtuanya.
Rumah yang sudah tua dan lembab itu menjadi saksi kemesraan mereka berdua bertahan hidup, dalam segala kekurangan. (*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kisah Cinta Mengharukan Soeharto, Mantan Atlet yang Kini Buta Namun Setia Merawat Istri