Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - Langit di atas pesisir Pantai Cilacap, Jawa Tengah terlihat cerah cenderung terik.
Tiupan angin yang berembus pun menyapu debu di sekitar lokasi kami berada.
Teriknya sinar matahari khas pesisir pantai harus kami rasakan, sambil ditemani deburan ombak Laut Selatan.
Jumat (27/7/2018), Tribunnews.com berkesempatan mengunjungi Dermaga Wijayapura
yang merupakan satu-satunya akses menuju Pulau Nusakambangan yang terkenal dihuni oleh ratusan narapidana kelas kakap dari seluruh penjuru Indonesia.
Jika dilihat sekilas, sistem keamanan alami dan yang sengaja diterapkan di sekeliling pulau ini hampir nyaris sempurna.
Tampak dari kejauhan saja, saat mendekati Dermaga Wijayapura, kita langsung diadang oleh portal besar lengkap dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan.
"Mau apa mendekat, keperluannya apa, dari mana anda," begitu tegur seorang petugas LP Nusakambangan yang melihat kedatangan Tribunnews.
Baca: Terduga Teroris yang Ditangkap di Kapuas Hulu Diduga akan Beraksi pada Malam Pergantian Tahun
Berbicara sistem keamanan alami, pulau seluas 216 kilometer persegi itu seluruh bagian pulaunya dikelilingi perairan Laut Selatan, yang konon dihuni oleh ikan predator seperti hiu.
Tidak hanya itu, ratusan ekor ular dari 12 jenis species pun pernah dilepasliarkan di wilayah konservasi satwa liar Nusakambangan Timur pada tahun 2012.
Sementara sistem penjagaan yang diterapkan oleh aparat sipir setempat, membuat siapa pun yang mendekam di sana terisolir dari dunia luar.
Pengunjung yang hendak menjenguk rekan kerabat atau sanak famili yang menjalani masa tahanan pun harus mengikuti serangkaian mekanisme pemeriksaan yang panjang di kantor Dermaga Wijayakusuma.
Penjagaan yang ketat oleh para petugas tidak pandang bulu, pengunjung harus melewati body scaner serta beberapa tahapan penggeledahan.
"Barang berkemasan pokoknya engga boleh masuk, takutnya dibuat macem-macem, sendok sama gelas harus yang plastik," ujar Fajar, petugas jaga LP Nusakambangan.
Satu-satu nya cara pengunjung untuk sampai di Dermaga Sodong, Pulau Nusakambangan, hanya ada satu akses transportasi yang tersedia, yakni kapal feri "Pengayoman" yang dikelola oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Sebab, tidak ada satu pun kapal komersial maupun pribadi yang diizinkan berlabuh di kedua dermaga khusus itu, selain kapal Pengayoman.
Menjelang waktu penjemputan, dari kejauhan terdengar klakson kapal Pengayoman semakin kencang, tanda waktu menengok sanak saudara dimulai.
Baca: Rizieq Shihab Berharap Pasangan Capres-Cawapres Berasal dari Kelompok Nasionalis Religius
Begitu pintu geladak dari kapal berjenis roll on-roll off ini terbuka, dengan sigap dua orang awak kapal melompat dan berlari ke tiang pancang untuk menambatkan tali jangkar.
Setelah posisi kapal stabil, satu per satu penumpang yang sudah menunggu sejak pagi naik bergantian.
Beberapa ada yang membawa kendaraan seperti sepeda motor, sementara pembesuk telah disediakan fasilitas bus khusus di seberang, yang siap mengantar ke lapas tujuan.
Tidak butuh waktu lama, hanya 15 menit perjalanan menyeberangi Selat Segara Anakan, kapal telah sampai di tujuan, Dermaga Sodong, Nusakambangan.
"Nanti dari sana jam 1 siang teng wajib pulang semua, disana udah enggak ada kegiatan," ujar Fajar.
Jadi tidak salah jika sebagian masyarakat membandingkan Pulau Nusakambangan sebagai Alcatraz-nya Indonesia.