TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Mangrove adalah habitat pesisir yang berfungsi sebagai habitat bagi berbagai biota dan sumberdaya pesisir serta sebagai ekosistem yang berfungsi sebagai mitigasi risiko dan bencana dari laut.
Mengingat pentingnya keberadaan mangrove tersebut, maka Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman melalui Asisten Deputi bidang Lingkungan dan Kebencanaan Maritim bersama Pusat Studi Bencana Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengadakan diskusi bersama membahas rencana rehabilitasi 1,82 juta hektar lahan mangrove yang telah kritis.
Untuk mencari model rencana rahabilitasi atau restorasi tersebut, diskusi diawali dengan presentasi dari beberapa pihak yang diundang.
Diantaranya Ir. Joko Pramono dari Sub Direktorat Reboisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Syaifuddin dari Toyota, dan Dr. Yonvitner dari Pusat Studi Bencana LPPM IPB.
Pertemuan dan digelar di Kampus IPB Baranang Siang Bogor (25/7/2018) ini dihadiri oleh perwakilan dari Center for International Forestry Research (CIFOR), World Wildlife Fund (WWF), WETLAND, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Dalam kesempatan ini Ir. Joko Pramono menyampaikan keprihatinan tentang kondisi mangrove saat ini yang cukup memprihatikan dengan penurunan yang luar biasa cepatnya.
Tahun 2015 luas mangrove kita tercatat 3,49 juta ha dimana 1,67 juta ha kondisinya baik dan 1,82 juta ha kondisinya dinyatakan kritis.
Seluas 1,82 juta ha tersebut adalah kawasan prioritas yang perlu segera direhabilitasi.
Daerah ini tersebar dalam 257 Kabupaten dengan perincian data menurut desa.
Sementara itu Dr. Yonvitner dari Pusat Studi Bencana LPPM IPB menyampaikan bahwa program ini merupakan sebuah tantangan yang bagus untuk mempercepat rehabilitasi dan resiliensi ekosistem pesisir.
Sekretaris Pusat Studi Bencana Dr. Perdinan juga menambah bahwa dalam mendorong swasta untuk berkontribusi lebih banyak, perlu berbagai program yang atraktif.
“Dalam tingkat nasional, kita bisa mengembangkan prinsip tanggung jawab bersama. Sedangkan dalam kontek kemitraan dengan swasta, kita bisa mendorong ini sebagai upaya percepatan rehabilitasi untuk menyelesaikan tugas Indonesia dalam komitmen pengurangan emisi karbon,” ujarnya.
Seperti halnya konsep Toyota melalui program Corporate Social Responsibility (CSR)nya.
Toyota memiliki motto satu mobil satu pohon.
Artinya dengan 2 juta lebih mobil Toyota yang diproduksi di Indonesia, Toyota memiliki kewajiban menanam 2 juta pohon mangrove.
Dengan beberapa pengalaman pendampingan di lapangan, program ini berjalan cukup baik.
Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim Dr. Sahat Manaor Pangabean menilai gagasan dan pemikiran yang berkembang dalam diskusi ini cukup menarik dan perlu dikembangkan sebagai langkah antisipasi dalam program rehabilitasi, restorasi untuk mitigasi di pesisir.
Kemenko Maritim akan segera berkoordinasi dengan unit terkait untuk menyiapkan langkah-langkah dalam rencana aksi yang akan dilakukan selanjutnya.
“Sehingga program rehabilitasi lahan mangrove yang kritis mencapai 1,82 juta ha tidak perlu menunggu 2045, tapi dalam 2025 sudah dapat diselesaikan,” ujarnya.