News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lahan Masih Status Quo, TNI AU Robohkan Rumah Warga yang Baru Dibangun

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bangunan rumah milik warga yang dirobohkan anggota TNI AU karena wilayah masih status quo di Jalan Santosa RT 32 RW 9 Kelurahan Sukodadi Kecamatan Sukarami Palembang, Kamis (6/9/2018).

Laporan wartawan Sripoku.com, Welly Hadinata

TRIBUNNEWS.COM,  PALEMBANG - Ratusan anggota TNI AU Landasan Udara (Lanud) Sri Mulyono Herlambang Palembang merobohkan satu unit bangunan rumah milik warga yang berdiri di atas tanah sengketa Jalan Santosa RT32 RW 9 Kelurahan Sukodadi Kecamatan Sukarami Palembang, Kamis (6/9/2018).

Dari informasi yang dihimpun, ratusan anggota TNI AU berseragam lengkap mendatangi lokasi kejadian berbekalkan dua unit truk, satu unit mobil, ratusan sepeda motor, linggis, dan palu bogem untuk merobohkan rumah milik Rubahudin tersebut.

Para pekerja di rumah setengah jadi yang tengah dibangun sejak dua bulan lalu tersebut tidak diperbolehkan bekerja lagi oleh personel TNI AU yang datang tersebut karena lahan tersebut merupakan sengketa antara TNI AU dengan warga dan harus dipertahankan status quo-nya.

"Saya dapat laporan dari warga dan pekerja rumah, ada sekitar 200-an tentara datang untuk merobohkan rumah ini. Oleh karena itu saya pun datang ke lokasi," ujar Mustakim, Ketua RT32.

Saat tiba di lokasi, Mustakim menceritakan kronologis, dirinya melihat beberapa personel TNI AU sudah menghancurkan genting, tembok, dan bagian rumah lainnya menggunakan linggis dan palu bogem.

Beberapa diantaranya pun memasang sling besi di tembok dan kolom rumah yang diikat ke dua unit truk untuk ditarik hingga roboh.

Baca: Bawaslu Sulut Proses 8 Sengketa Pemilu, 3 di Antaranya Terkait Caleg Mantan Terpidana Korupsi

Mustakim yang datang ke lokasi tersebut untuk mencegah perobohan rumah tersebut akhirnya tidak bisa berbuat banyak sehingga dirinya pun protes kepada pada personel TNI AU.

"Saya datang untuk mencegah hal tersebut malah dikeroyok. Mereka tidak berani satu lawan satu, akibatnya saya benjol di dahi kanan," ujar Mustakim.

Mustakim menjelaskan, warga sudah bermukim di kawasan tersebut sejak 60 tahun lalu, sehingga memiliki hak untuk tinggal di kawasan tersebut.

Pemilik pertama lahan yang kini dibangun rumah oleh Rubahudin, dikatakan Mustakim, sudah tinggal di lahan tersebut sejak 1949.

"Pemilik pertama lahan ini adalah Pak Loso, dijual hingga kini dimiliki oleh Rubahudin. Memang untuk tanah Pak Rubahudin ini belum ada sertifikat, tapi ada akte camat," ujarnya.

Dijelaskan Mustakim, memang seluruh kepala keluarga di 35 RT kawasan tersebut bersengketa dengan TNI AU.

Sebanyak 1.834 memiliki surat tanah, 50 persennya diklaim Mustakim memiliki sertifikat tanah, sementara 50 persen lainnya memiliki akte camat.

"Kalau memang tanah ini milik TNI AU, silakan. Warga pun menginginkan solusi, bukan sengketa terus. Warga terbuka untuk penyelesaian. Namun pembongkaran ini merupakan tindak arogansi dan intimidasi. Sama seperti 2014 lalu saya dan keluarga menjadi korban penembakan oleh personel TNI AU," ujar Mustakim.

Saat proses pembongkaran, warga dilarang mendekat ke lokasi. Mustakim mengatakan, ada intimidasi dari personel TNI AU untuk tidak mendokumentasikan perobohan rumah tersebut.

"Warga tidak boleh foto dan merekam video. Kami ditodong oleh 20-an TNI AU yang pegang senjata laras panjang. Ada ponsel warga yang disita karena merekam kejadian. Jangan merekam katanya, nanti takut viral," jelasnya.

Kepala Penerangan Lanud Sri Mulyono Herlambang, Lettu Semadi mengatakan, rumah yang dibangun oleh Rubahudin tersebut berada di atas tanah yang berstatus quo sejak 2011 lalu.

Itu lahan masih sengketa, baik Lanud maupun warga tidak boleh mendirikan bangunan baru. Sudah kami peringatkan secara lisan dan tertulis sejak bulan Juli 2018 namun tidak digubris. Makanya kami berikan tindakan tegas penertiban karena itu aset negara yang harus diamankan," ujar Semadi.

Semadi menegaskan, tidak terjadi bentrok dalam proses penertiban. Pihaknya pun tidak meratakan bangunan tersebut, hanya merobohkan sebagian sebagai peringatan agar masyarakat tidak lagi mendirikan bangunan selama statusnya masih sengketa.

"Lokasinya kurang lebih satu kilometer dari landasan udara. Jelas itu berbahaya dan tidak diperbolehkan adanya pemukiman di radius tersebut di sekitar landasan udara," ujarnya.

Semadi pun mengatakan, tidak melarang warga untuk tinggal dan mendirikan bangunan rumah selama surat-suratnya lengkap dan tanah tak lagi menjadi sengketa.

"Namun selama masih status quo, kami imbau agar warga tidak mendirikan bangunan baru. Kalau tidak, akan kami tertibkan. Untuk bangunan lama, warga masih diperbolehkan tinggal di sana," ujarnya.(Welly Hadinata)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini