TRIBUNNEWS.COM - Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kepulauan Bangka Belitung menemukan fakta baru terkait kasus penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo yang sempat viral di media sosial.
Salah satu tersangka, SD (20) hanya menyelesaikan pendidikan hingga kelas 2 Sekolah Dasar (SD), dan kini berprofesi sebagai tukang urut.
“Dari keterangan orangtuanya, SD ini tidak naik kelas empat tahun. Tidak lanjut lagi pendidikannya,” kata Ketua KPAD Kepulauan Bangka Belitung, Sapta Qodriah seusai mengunjungi rumah pelaku di Desa Balun Ijuk, Rabu (5/9/2018).
Sapta mengungkapkan, selain putus sekolah, SD juga terlihat mengalami keterbelakangan mental.
Kuat dugaan SD tidak bisa memahami dampak yang akan dihadapinya saat mengunggah konten bermuatan penghinaan di aplikasi WhatsApp, beberapa waktu lalu.
“Jika diperlukan KPAD siap berkoordinasi dengan lembaga bantuan hukum, untuk mendampingi orangtua pelaku,” ujarnya.
Sementara tersangka lainnya, F (16) yang berstatus di bawah umur, merupakan sepupu dari SD. Diketahui F memiliki ponsel yang kemudian digunakan SD untuk melakukan video call.
Belakangan video yang diunggah di WhatsApp itu viral dan dilaporkan warga ke polisi. Sementara IK (15), meskipun ada di dalam video, masih dinyatakan sebagai saksi.
KPAD mengunjungi rumah pelaku dalam rangka pengumpulan bahan keterangan dengan didampingi lembaga psikolog Lapter Babel dan Babhinkamtibmas, Brigadir Julian.
Komisioner KPAD Bangka Belitung, Biar M Yamin menyayangkan munculnya candaan yang melibatkan kepala negara.
“Semoga ini jadi pelajaran. Kami mengimbau khususnya pada anak untuk tidak mengumbar hujatan di media sosial maupun perangkat komunikasi,” pesannya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dua tersangka SD dan FZ terancam pasal berlapis.
Pertama, Pasal 27 Ayat 3 UU ITE terkait transmisi informasi bermuatan penghinaan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.(*)
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Satu Tersangka Penghinaan Presiden Berprofesi Sebagai Tukang Urut"