TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo bersama tim seharian menyusuri Sungai Mahakam untuk melihat langsung lalu lalang ponton pengangkut batu bara, Kamis (15/11/2018).
Tim KPK sengaja turun ke Samarinda, khususnya Samarinda didasari atas dugaan kerugian negara dari pengelolaan batu bara.
Laporan Litbang KPK tahun 2013 ditemukan ada Rp 1,2 triliun kewajiban royalti penambangan batu bara yang belum disetor ke negara.
Bahkan, temuan ICW 10 tahun terakhir, juga mencatat total potensi kerugian negara mencapai Rp 133 triliun yang berasal dari pajak dan PNBP yang belum dibayar.
Selain itu, dari beberapa laporan yang masuk, juga mencatat adanya kewajiban reklamasi bekas tambang yang tidak dilakukan, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan korban jiwa.
Hal itulah yang membuat KPK melakukan review bersama dengan kementerian dan pemerintah daerah terkait dengan koordinasi pengawasan penambangan, serta perdagangan batu bara.
"Keliling dari pagi sampai sore, karena kita punya perbedaan data antara teman-teman di Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, maupun ESDM. Selama tiga tahun berturut-turut kita amati, khususnya batu bara berbeda," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo yang memimpin langsung penelusuran ke Sungai Mahakam.
"Kita ajak semua, ada dari Dirjen Perhubungan Laut, Pemprov Kaltim, Bea Cukai, Pajak, Perdagangan, hingga ESDM, agar semua tahu perbedaannya seperti apa," tambahnya.
Hasil penelusuran di sekitar kawasan Sungai Mahakam, tim KPK menemukan banyak hal yang diduga adanya pelanggaran, di antaranya terdapat tiga jetty yang berdekatan.
Karena tidak ada tambangnya, hal itu yang menimbulkan kecurigaan tentang adanya tambang ilegal.
"Tapi harus didalami lagi, diteliti lebih lanjut, karena tadi ada jetty yang berdekatan, karena tidak ada tambangnya, jangan-jangan itu tampung batu bara ilegal," jelas Agus.
Nantinya, akan dilakukan inventarisasi dari hulu sampai ke ilir, mulai dari tentang kejelasan perizinan kepemilikan jetty, termasuk tongkang dan tugboat yang mengangkut batu bara, serta hal lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan batu bara.
"Apa tidak sebaiknya kontrak langsung pemilik pertambangan, agar bisa cegah over suplay, dan pemerintah dapat harga yang lebih baik," harapnya.
Baca: Takut Ditembak Mati, Dua Tersangka Kasus Pembunuhan Sopir Taksi Online Menyerahkan Diri
Agus menjelaskan, dari perbedaan data tersebut, kemungkinan kebocoran pendapatan negara nilainya cukup signifikan.