"Di lokasi yang akan menghubung Tol Medan-Binjai, ditempati para penghuni lahan hak milik orang lain. Ada sembilan SHM yang diduduki/dikuasai 459 penggarap. Ini yang menjadi kendala. Sebenarnya, antara penggarap dengan pemilik sembilan SHM tidak ada masalah, karena kedua pihak sudah sepakat menerima pembayaran dari pemerintah," kata Bambang.
Pembayaran dari pemerintah, yang dimaksud Bambang, adalah proses ganti rugi dengan besaran 70 persen ke penggarap dan 30 persen ke pemilik SHM.
"Pemilik hak milik bersedia menerima 30 persen dan sudah ada yang menandatangani. Yang satu, mencoba melakukan perlawanan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, tapi kalah," ujarnya.
Terkait persoalan hukum, imbuh Bambang, ada gugatan yang diajukan pihak lain berdasar grant sultan, yang tidak terdaftar lagi di BPN.
"Oleh sebab itu, persoalan hukum kami hadapi. Dari 11 perkara yang masuk ke Kanwil BPN Sumut, yang mengaku pemilik berdasarkan grant sultan. Dari 11 gugatan, satu sudah tahap kasasi, empat di pengadilan negeri, satu di pengadilan tinggi. Sedangkan lima gugatan lagi, tiga gugatan telah dicabut, dua lagi dalam proses," ujarnya.
Dalam proses ganti rugi, Kanwil BPN Sumut tidak dapat melakukanya, karena di dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah, apabila tanah berperkara dilakukan konsinyasi atau penitipan uang kepada pengadilan.
"Sebenarnya saya selaku ketua pengadaan tanah mau melakukan konsinyasi. Tapi, nanti pada saat pengosongan terjadi masalah. Karena 459 kepala keluarga kalau dikalikan tiga saja anggota keluarganya, kurang lebih 1.500 orang. Mereka mau tinggal di mana? Pasti dampak sosialnya terjadi di Kota Medan," ujarnya.
Tidak mau terjadi dampak sosial, imbuh Bambang, Kanwil BPN Sumut sebetulnya tidak mau menggiring masalah tersebut ke ranah perdata atau pidana.
Pihaknya justru menerima gugatan dari pihak-pihak yang tidak berkeinginan pembangunan Tol Medan-Binjai lancar. Salah satunya, gugatan yang dilayangkan ahli waris melalui pengacara Afrizon ke PN Medan.
"Saya sudah melakukan kerja sama dengan Kapolda. Telah terungkap empat tersangka, tiga di antaranya sudah ditahan dan satu belum dapat ditahan, karena strok. Yang menjadi persoalan adalah mereka menggunakan alat bukti yang tidak benar. Surat yang dipalsukan dan grant sultan yang tidak terdaftar. Itulah kondisi saat ini. Mudah-mudahan dengan persoalan hukum yang kami lakukan melalui kepolisian, saya imbau masyarakat bekerja sama mendukung program strategis nasional," katanya.
Ia menambahkan, tujuan pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai sebenarnya untuk memudahkan masyarakat yang ingin melakukan perjalanan, khususnya menuju Kualanamu International Airpot (KNIA), dan Kota Tebingtinggi.
"Harus ada ketegasan. Negara enggak boleh kalah sama orang yang menganggu kegiatan pembangunan strategis nasional. Kalau pembiayaan tanah sudah selesai, masyarakat yang masuk Jalan Megawati menuju Kualanamu, dan Tebingtinggi tidak akan lama waktu tempuhnya," ucapnya.
Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Andi Rian mengatakan, laporan atas kasus tersebut diterima Polda Sumut pada Oktober 2018. Selang dua bulan proses penyelidikan, para pelaku akhirnya dapat diamankan.
Andi menyatakan, para pelaku membuat surat hak lahan yang disengketakan seolah asli dari BPN, agar dapat memeroleh ganti rugi. Maka dari itu, keempat pelaku, ujar Andi Rian akan dipersangkakan dengan Pasal 263 dan 266 KUHPidana dengan ancaman delapan tahun penjara.