TRIBUNNEWS.COM, BAKAUHENI - Sekitar seribuan warga Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku di Lampung Selatan (Lamsel) dievakuasi ke daratan pada Rabu (26/12/2018).
Kedua pulau tersebut menjadi pulau berpenghuni terdekat dengan Gunung Anak Krakatau (GAK).
Evakuasi dilakukan akibat peningkatan aktivitas GAK dalam sepekan terakhir.
Bahkan pada Kamis (27/12/2018) pukul 06.00 WIB, status Gunung Anak Krakatau ditingkatkan menjadi level III atau siaga, dari sebelumnya pada level II atau waspada
Seorang warga Pulau Sebesi, Suganda mengungkapkan, gunung berapi tersebut mengeluarkan suara dentuman sepanjang hari.
Baca: Gedung Shelter Tsunami di Padeglang Berubah Menjadi Tempat Esek-esek, Proyeknya Pernah Dikorupsi
Selain itu, debu dari aktivitas Gunung Anak Krakatau telah menyelimuti Pulau Sebesi, sejak akhir pekan lalu.
Hal tersebut membuat seluruh aktivitas warga di pulau terhenti.
"Sekarang, debu GAK menyelimuti pulau. Dan, suara letusannya semakin kuat. Karena itu, kami minta dievakuasi karena khawatir dengan aktivitas GAK," terang Suganda, Rabu (26/12/2018).
Seorang warga Pulau Sebesi lainnya, Abduraham menerangkan, suara dentuman yang terdengar selalu diikuti kilatan yang menakutkan.
Kejadian seperti itu, kata dia, sebelumnya tidak terjadi, meski aktivitas GAK meningkat.
"Kondisinya sangat mencekam. Debu GAK mulai menyelimuti Pulau Sebesi. Suara gelegar letusan juga sangat kuat," kata dia.
Gunakan Kapal
Proses evakuasi sekitar 1.300-an warga Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku pada Rabu (26/12/2018) menggunakan tiga kapal laut.
Proses evakuasi berlangsung sejak pagi hingga sore hari.
Pagi hari, 1.000 warga diangkut menggunakan KMP Jatra III.
Mereka tiba di dermaga 5 Pelabuhan Bakauheni pada sekitar pukul 11.45 WIB.
Selanjutnya pada siang hari, lebih dari 200 warga diangkut menggunakan Kapal KN Trisula, dan sisanya diangkut dengan KN Sabuk Nusantara.
Warga disambut langsung oleh Plt Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto dan Sekkab Lamsel, Fredy SM.
Beberapa warga yang sakit langsung dibawa ke puskesmas rawat inap Bakauheni.
Sementara, warga lainnya dibawa ke penampungan di lapangan tenis indoor Kalianda.
"Kita sudah menyiapkan dapur umum khusus di lapangan tenis indoor untuk melayani warga dari Pulau Sebesi yang dievakuasi," kata Nanang Ermanto.
Meski begitu, ada sekitar 600 warga Pulau Sebesi yang masih bertahan tinggal di pulau.
Mereka mengungsi di bukit.
"Warga ini masih mengungsi di tenda-tenda. Masih ada wanita dan anak-anak," kata Ardy, relawan dari pegiat literasi Perahu Pustaka yang juga warga setempat.
Untuk mereka yang masih mengungsi di bukit, Nanang Ermanto mengatakan, pihaknya akan mengirimkan bantuan sembako.
Namun ia berharap, para warga itu bisa segera mengungsi ke daratan menggunakan kapal-kapal nelayan dan tradisional yang ada.
Tsunami Pertama dalam 40 Tahun Terakhir
Seorang warga Pulau Sebesi, Khodijah menuturkan, tsunami di Selat Sunda yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) merupakan tsunami pertama terjadi dalam 40 tahun terakhir.
Sebelumnya, gelombang tsunami tidak pernah ada yang menghantam pesisir pulau.
"Saat gempa Aceh dulu memang air naik. Tapi tidak sebesar saat ini," kata dia, saat ditemui di atas kapal KMP Jatra III.
Menurut dia, terjangan tsunami yang terjadi pada Sabtu malam lalu, terjadi tiba-tiba.
Gelombang datang dengan suara bergemuruh langsung menghantam kawasan pesisir pulau.
"Saat itu, saya sedang nonton TV. Begitu ada suara bergemuruh dan ada yang berteriak ada gelombang tinggi, kami langsung mengungsi," ujarnya.
Warga mengungsi ke tempat yang lebih tinggi di bukit pulau sejak Sabtu malam lalu.
Warga belum berani turun karena khawatir akan datangnya terjangan gelombang tsunami susulan.
Untuk bertahan, warga makan dan minum seadanya.
Status Siaga
Status Gunung Anak Krakatau (GAK) dinaikkan menjadi level III atau siaga pada Kamis (27/12/2018) pukul 06.00 WIB.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat untuk menghindari wilayah pantai untuk mengantisipasi kemungkinan tsunami susulan.
Sebelumnya, status Gunung Anak Krakatau berada di level II atau waspada.
Perubahan status GAK seiring meningkatnya aktivitas GAK.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyebut, peningkatan status Gunung Anak Krakatau tersebut lantaran masih berlangsung erupsi di kawah gunung.
Pada Kamis (27/12/2018) dini hari, terdengar suara dentuman.
Menurut Sutopo, ada beberapa imbauan yang harus diketahui masyarakat terkait peningkatan status GAK.
Satu di antaranya adalah dari PVMBG Badan Gelologi Kementerian ESDM, yang merekomendasikan warga dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas, di dalam radius 5 kilometer (km) dari puncak kawah.
"Karena berbahaya terkena dampak erupsi berupa lontaran batu pijar, awan panas, dan abu vulkanik pekat. Di dalam radius 5 kilometer tersebut, tidak ada permukiman," kata Sutopo, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (27/12/2018).
Meningkatnya aktivitas Gunung Anak Krakatau juga dikhawatirkan menimbulkan longsoran bawah laut dan memicu tsunami sebagaimana yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) lalu.
Untuk itu, BMKG mengimbau masyarakat dan wisatawan untuk menjauhi area pantai.
"Masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di pantai pada radius 500 meter hingga 1 kilometer dari pantai, untuk mengantisipasi adanya tsunami susulan," ujar Sutopo.
Sutopo juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaannya.
Ia menyarankan untuk tidak percaya informasi yang belum jelas kecuali yang bersumber PVMBG untuk peringatan dini gunung api, dan BMKG terkait peringatan dini tsunami selaku institusi yang resmi.
"Jangan percaya dari informasi yang menyesatkan yang sumbernya tidak dapat dipertanggungjawabkan," pungkas dia.
4 Status Gunung Berapi
Status gunung berapi memiliki empat tingkatan, yaitu normal, waspada, siaga, dan awas.
Apa yang bisa dipahami dari masing-masing tingkatan status tersebut?
1. Normal
Status ini merupakan level dasar yang berarti gunung berapi tidak mengalami perubahan aktivitas secara visual, seismik, dan kejadian vulkanik.
Gunung berapi cukup aman dan tidak meletus hingga waktu tertentu.
2. Waspada
Status waspada menandakan adanya peningkatan aktivitas gunung berapi.
Pada tingkatan ini, mulai muncul aktivitas seismik, kejadian vulkanik, dan kenaikan aktivitas di atas level normal.
3. Siaga
Status siaga menandakan bahwa gunung berapi mengalami peningkatan kegiatan seismik secara intensif.
Ada perubahan secara visual atau perubahan aktivitas kawah.
Aktivitas dapat berlanjut ke letusan.
4. Awas
Status awas menandakan bahwa gunung berapi segera atau sedang meletus, atau pada keadaan kritis yang dapat menimbulkan bencana.
Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan uap, serta letusan berpeluang terjadi dalam waktu lebih kurang 24 jam. (tribunlampung.co.id/kompas.com)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Tiap Hari Dengar Dentuman, Warga Satu Pulau Sempat Terkepung Debu Gunung Anak Krakatau