Laporan Reporter Tribun Lampung, Daniel Tri Hardanto
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Keinginan Presiden Joko Widodo untuk merelokasi korban tsunami menjadi angin segar bagi warga Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan.
Namun tampaknya rencana tersebut tidak mudah untuk direalisasikan.
Rencana relokasi disampaikan Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Desa Kunjir dan Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Rabu (2/1/2019).
Desa tersebut menjadi wilayah paling parah terkena dampak tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018 lalu.
Presiden Jokowi mengajak warga berbincang di bawah pohon dan menawarkan relokasi.
Menurut Jokowi, warga akan lebih aman dan tenang di permukiman baru.
Hal sama dikatakan Jokowi saat meninjau kondisi pengungsi asal Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku di lapangan tenis indoor Kalianda.
Dalam kesempatan itu, seorang warga Pulau Sebesi bernama Diaz Muhammad Ramadhan (35) sempat berbincang singkat dengan Presiden Jokowi.
Saat dapat kesempatan bersalaman dengan Jokowi, Diaz mengatakan, relokasi bisa dilakukan asal pemerintah menyelesaikan masalah pembebasan lahan.
"Pak, sebelum relokasi, tolong selesaikan dulu pembebasan lahan di Pulau Sebesi," ujar Diaz menceritakan pengalamannya itu saat berkunjung ke kantor Tribun Lampung, Jumat (4/1/2019).
Mendengar itu, Jokowi pun kaget.
Jokowi lalu bertanya berapa yang harus dibayarkan untuk pembebasan lahan dan dibayarkan kepada siapa.
"Berapa? Bayarnya ke mana?" tanya Jokowi, seperti ditirukan Diaz.
Baca: Bule Penampar Petugas Imigrasi Ngurah Rai Marah-marah Usai Dituntut Setahun Penjara
"Rp 64 miliar, Pak. Dibayar ke pemilik lahan," jawab Diaz.
Jokowi pun mengangguk dan berlalu untuk bersalaman dengan pengungsi lainnya yang sudah menunggu.
Diaz menceritakan, warga sangat setuju dengan rencana relokasi.
Apalagi keinginan itu langsung disampaikan oleh Presiden Jokowi.
Namun, kata Diaz, yang menjadi masalah adalah belum jelasnya penyelesaian hukum atas status lahan di Pulau Sebesi.
Diaz menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan diharuskan membayar ganti rugi atas kelebihan tanah program land reform di Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku, Kecamatan Rajabasa, sebesar Rp 64,562 miliar.
"Kalau Pak Jokowi mau bayar ganti rugi ke tuan tanah (pemilik lahan), kita sebagai warga Pulau Sebesi sangat bersyukur. Mungkin bagi pemerintah pusat, angka segitu gak seberapa," kata Diaz.
Dia berharap, dengan selesainya masalah ini, warga bisa lebih aman dan nyaman.
Paling tidak, kata dia, warga memiliki alas hak atas lahan atau bangunan yang akan dijadikan tempat relokasi.
"Selama ini kita yang tinggal di Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku seperti orang numpang. Karena kita memang gak punya surat apa pun terkait kepemilikan lahan," tandasnya.
Baca: Polisi Jepang Sudah Menangkap 19 WNI Pembuat dan Penyebar Kartu Identitas Palsu
Land Reform
Kasus ini berawal dari program land reform yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi.
Disebutkan bahwa jika seseorang memiliki lahan di atas 20 hektare, pemerintah berhak mengambilnya dengan membayarkan ganti rugi.
Dalam hal ini, Pemkab Lamsel diharuskan membayar ganti rugi kepada Mohammad Saleh Ali selaku pemilik Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku.
Nominal yang harus dibayarkan pada saat itu sebesar Rp 290,648 juta, dengan total lahan seluas 3.707 hektare.
Namun, karena Pemkab Lamsel tidak juga membayarnya, akhirnya ahli waris mengajukan gugatan ke PN Kalianda.
Saat itu, majelis hakim PN Kalianda memenangkan gugatan ahli waris dan mengharuskan Pemkab Lamsel membayar Rp 20,083 miliar.
Belum berhenti sampai di situ, kedua pihak sama-sama mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.
Dalam putusan nomor 34/PDT/2009, Pengadilan Tinggi Tanjungkarang kembali memenangkan penggugat.
Bahkan, tergugat nominal yang harus dibayarkan tergugat membengkak menjadi Rp 64,562 miliar.
Terakhir, perkara ini kembali banding ke tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Lagi-lagi, penggugat memenangkan perkara ini. Pasalnya, MA menolak penggugat dan tergugat, sehingga mengembalikannya ke putusan tingkat banding di PT Tanjungkarang.
Lahan Warisan
Setelah Saleh tiada, kepemilikan lahan Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku diwariskan kepada anak-anaknya.
Usmanuddin (67), anak Saleh, mengatakan, sang ayah mendapatkan lahan di Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku dari warisan orang tuanya.
"Ayah saya dapat warisan dari kakek saya. Jadi turun-temurun," kata Usmanuddin via telepon, Senin (7/1/2019).
Terkait masalah lahan dengan Pemkab Lamsel, Usmanuddin berharap segera selesai.
Ia ingin semua pihak dapat merasakan manfaatnya, baik ahli waris, warga, maupun Pemkab Lamsel sendiri.
"Ini udah terlalu lama, berpuluh-puluh tahun gak juga selesai. Kasian warga di sana (Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku). Mereka kan juga butuh kepastian dari pemerintah," tutur Usmanuddin.
"Harapannya, pemerintah ada komunikasi dengan kami. Kami gak ada masalah kok kalo memang untuk kepentingan bersama. Tapi, pikirkan juga kami selaku pemilik lahan," imbuhnya.
Apalagi, kata Usmanuddin, selama ini pihaknya tidak pernah hitung-hitungan dengan warga.
"Kami juga beberapa kali menyumbang lahan. Untuk masjid 4 hektare, untuk sekolah juga 4 hektare," tandas Usmanuddin.
Artikel ini telah tayang di Tribunlampung.co.id dengan judul Rencana Presiden Jokowi Relokasi Warga Pulau Sebesi Terganjal Ganti Rugi Rp 64 Miliar