Lima tahun mendatang, Kota Bogor akan kian lincah berkembang. Ini tak lepas dari pembangunan periode pertama masa pemerintahan Bima Arya-Usman Hariman yang diklain telah membangun sistem dan arah pembangunan yang tepat.
Wartawan Kompas, Ratih P Sudarsono mewawancarai Walikota Bogor, Bima Arya terkait arah pembangunan Kota Bogor pada periode kedua bersama Wakil Walikota Bogor, Dedie A Rachim yang akan dimulai tahun 2019.
Berikut adalah hasil wawancara dimaksud yang telah dimuat di Harian Kompas, Rabu, 10 Januari 2019.
Apa yang memuaskan dari periode pertama Anda?
Menurut saya, Kepala Daerah itu jangan terjebak pada kebijakan jangka pendek, yang saya istilahkan quick trap. Kebijakan kepala daerah itu harus sistemik, berdampak strategis.
Pada periode pertama, saya fokus pada pembangunan sistem yang mungkin belum terlihat dalam satu-dua tahun. Ketika sudah lima tahun, kita dapat menengok kebelakang. Tahapan-tahapan yang kami bangun semakin kuat untuk membentuk sistem.
Pertama, (Sistem) pengolahan APBD yang lebih baik. Belanja langsung lebih bermanfaat, porsinya jadi lebih besar daripada belanja tidak langsung. Pos-pos belanja yang mubazir dikurangi. Jadi, disini bagaimana kami memastikan uang rakyat kembali ke rakyat.
Kedua, kami berusaha menjadikan Bogor Kota yang lebih nyaman, lebih bersih, dan lebih besar, dinikmati warga. Kami membangun ruang terbuka yang lebih berkualitas, baik taman umum maupun fasilitas jalur pedestrian, di titik-titik strategis.
Berdasarkan tingkat survei kepuasan masyarakat, hal ini yang paling diapresiasi warga: ruang terbuka publik menjadi lebih baik.
Ketiga, masalah sampah juga mulai tertangani tahap demi tahap. Waktu awal kami dilantik, bank sampah hanya ada lima, kini lebih dari 200. Ini membuat timbunan sampah berkurang 70-100 ton perhari.
Kami pun mendapat sertifikat Adipura dua tahun terakhir. Kami dinilai mencapai lompatan tinggi dalam mewujudkan kota bersih.
Lima tahun terakhir, ikhtiar kami adalah fokus pada pembangunan karakter dan pendidikan, penguatan kebersamaan, pemberantasan penyakit sosial, dan penguatan pertahanan keluarga.
Saya percaya, pembangunan bukan cuma pembangunan fisik melainkan juga nonfisik. Membangun infrastruktur sekaligus infrakultural. Berbagai harapan dan target mulai terwujud.
Saya baru dapat laporan dari Badan Pusat statistik (BPS) tahun 2018, angka kemiskinan turun signifikan dibandingkan dengan laporan tahun sebelumnya. Pengadilan Negeri Agama Kota Bogor memberikan informasi, pertama kali terjadi penurunan angka perceraian sampai 10 persen pada 2018 ketimbang 2017.
Selama ini, setiap tahun meningkat. Terus terang, saya sangat terkejut. Ini memang perlu ditelusuri lagi, apa yang membuat dua hal yang membiarkan itu terjadi. Namun, angka sudah berbicara. Ini sangat saya syukuri.
Apa saja di periode pertama yang belum tercapai, jauh dari harapan?
Kalau tidak puas, seharusnya saya yang tidak puas. Sebetulnya ingin tadinya cukup satu periode. Enggak pernah terpikir dua periode. Setelah satu periode itu saya bisa kembali lagi ke kampus, mengajar. Tetapi, kemudian saya merasa ada beberapa hal yang sebetulnya ditargetkan tuntas, tetapi belum tuntas.
Paling jelas yaitu masalah kemacetan dan transportasi publik serta kesemrawutan lalu lintas di beberapa titik. Maka, ini harus saya tuntaskan.
Banyak kendala yang mengakibatkan ini tidak tercapai. Persoalannya sudah demikian akut, banyak kepentingan disana. Namun, saya masih sangat optimistis ini bisa diurai. Pada periode kedua ini, fokus pada kemacetan dan transportasi. Konsep pembenahannya sudah kuat sekali, tinggal butuh konsistensi aparatur pendukung dan warga.
Kongkretnya yang akan dilakukan apa saja di 2019?
Mengurangi kesemrawutan lalu lintas yang ada di Pasar Bogor Suryakancana, Taman Topi Pasar Anyar, dan seputar Stasiun Bogor. Desain dan DED (Detail engineering design) untuk pembenahan dan pembangunan kelar tahun ini.
Dana untuk ini sekitar Rp. 2 milyar. Sambil menyelesaikan desain dan DED, kami membidik uang pendanaannya, baik ke pusat, provinsi, maupun swasta karena biaya pembangunannya cukup besar.
Untuk pembenahan dan pembangunan fasilitas pendukung di Pasar Bogor Suryakancana diperkirakan butuh sekitar Rp. 400 milyar. Bantuan dari provinsi kami harapkan juga dari DKI. Gubernur DKI Anies Baswedan sudah setuju akan bantu bangun park and ride di dua titik yang kami usulkan, yaitu di Pasar Bogor dan Bubulak.
Dana pembangunannya hibah dari DKI. Saya akan terus kejar komitmen Gubernur Anies untuk bantu wilayah sekitarnya karena ini untuk kepentingan Jakarta juga. Banyak warga Bogor bekerja di Jakarta dan banyak warga Jakarta berwisata ke Bogor. Park and ride bisa mengurangi kepadatan di Jakarta. Orang Bogor tak perlu bawa kendaraan pribadi ke Jakarta.
Untuk transportasi umum, tahun ini konversi angkot ke bus digulirkan. Tahun berikutnya, subsidi untuk badan usaha jasa transportasi direalilasikan.
Revisi perda yang mendukung kebijakan ini segera disahkan DPRD. Saya optimistis, dalam dua-tiga tahun kedepan, dua masalah kronis ini dapat dituntaskan sehingga Kota Bogor semakin nyaman untuk ditinggali dan dikunjungi.
Apa rencana untuk taman dan apa rencana kongkret menyelamatkan Sungai Ciliwung?
Di periode kedua ini, target kami adalah ruang terbuka publik di setiap kecamatan. Pembangunan taman di pusat kota sudah cukup. Kini fokus di kecamatan. Kalau mungkin juga setiap kelurahan punya ruang terbuka dan sarana olahraga. Jadi, warga tak perlu jauh-jauh ke pusat kota untuk olahraga.
Kami juga akan fokus pada persoalan lingkungan hidup. Utamanya program naturalisasi Ciliwung. Target program ini tiga. Pertama, meningkatkan kualitas hidup warga karena banyak warga di sepanjang sungai tidak memiliki kualitas hidup yang baik, tidak memiliki tempat MCK (Mandi,cuci,kaskus) dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang baik. Kami akan bangun sarananya agar mereka punya kualitas hidup yang baik.
Kedua, turut mengatasi bencana banjir di ibukota Jakarta. Kami akan memaksimalkan pembangunan resapan air sehingga semakin banyak air yang terserap di Bogor, tidak menggelontor ke Jakarta.
Ini juga otomatis akan mengurangi sampah yang masuk ke Jakarta. Ketiga, naturalisasi Ciliwung dalam konteks wisata di Kota Bogor. Kami fokus kepembangunan kampung tematis dan wisata air yang terintegrasi, utamanya di kawasan Pulo Geulis dan Sempur.
Dalam masalah Ciliwung kami memerlukan kerja sama dengan Bupati Bogor dan Gubernur DKI. Saya optimistis kolaborasi dengan Jakarta dan Kabupaten Bogor untuk Ciliwung yang akan lebih baik. (*)