TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga nama calon Sekprov Sulsel dengan skor tertinggi telah diumumkan yakni Kepala Bappeda Sulsel, Jufri Rahman 85.99 poin, Direktur Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI, Abd Hayat Gani 81.77 poin, dan Dosen IPDN Jatinangor, Zubakhhrum Tjenreng 81.50 poin.
Tiga besar nama tersebut, merupakan hasil seleksi calon Sekprov Sulsel berdasarkan total akumulasi nilai dari nilai asesmen, wawancara, rekam jejak dan penulisan makalah.
Jika dibedah lebih lanjut, nilai asesmen dari ketiga nama calon Sekprov tersebut ternyata ada yang hanya memiliki penilaian biasa saja.
Nilai asesment untuk Jufri Rahman adalah 87.50,sedangkan Abdul Hayat sebesar 60.00 dan Muhammad Baharuddin Tjenren 67.50.
Dua calon lain Imran Yasin Limpo dan Muhammad Iqbal bahkan meraih nilai kompetensi: 85 dan 82. Namun keduanya ‘terlempar’ karena nilai makalah dan wawancaranya oleh pansel diberikan angka rendah.
Secara terpisah, Prof Amir Imbaruddin, pengajar STIA LAN Makassar, menyatakan kompetensi asesmen adalah untuk mengetahui kemampuan calon dalam menjawab persoalan saat menjabat nanti. Dalam uji kompetensi — biasanya ada komponen: kemampuan manajerial bahkan hingga karakter dan integritas.
"Kompetensi asesmen sangat penting sebagai dasar acuan untuk melihat seseorang untuk menjalankan tugasnya nanti," ungkap Amir saat dihubungi melalui telepon, Rabu (23/1/2019).
Sehingga bila seseorang memperoleh nilai asesmen biasa saja dikhawatirkan tidak mampu menjalankan tugasnya dengan benar. Padahal jabatan sekda — adalah jabatan paling vital di propinsi.
Walaupun Amir mengakui jika penilaian dalam setiap lelang jabatan tersebut merupakan nilai akumulasi dari kompetensi lainnya.
"Kalau nilai asesmen sangat obyekif mengukur kemampuan seseorang sedangkan nilai wawancara bisa dikatakan tidak terlalu obyektif karena penilaian tergantung subyektifitas pansel yang menanyakan," kata Amir.
Sementara itu pengamat pemerintahan dari Universitas Indonesia, Mulyadi mengatakan pentingnya kompetensi asesmen dilakukan untuk menjaring Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan menduduki jabatan tinggi pemerintahan provinsi.
"Biasanya kompetensi asesmen dilakukan dengan ujian pemecahan masalah. Karena nantinya mereka akan menghadapai berbagai persoalan yang harus bisa dicarikan solusinya dengan tepat," kata Mulyadi.
Biasanya saat proses seleksi lelang jabatan, setiap calon akan dilihat kompetensi akademik, praktis dan kompetensi sosialnya. "Kompetensi praktis ini akan melihat rekam jejak calon sudah pernah tour of duty dimana saja," ungkap Mulyadi.
Karena ujian kompetensi pasti ‘fair dan dilakukan dengan sistem yang baik, maka biasanya — pansel akan memegang hasil nilai kompetensi ketika melakukan wawancara terhadap peserta. Nilai Asesmen akan menjadi patokan dasar pansel ketika memberi nilai wawancara.
Apalagi lazimnya, kalau dinarasikan, nilai 80 ke atas disetarakan dengan ‘disarankan’, angka 70-an disetarakan dengan ‘dipertimbangkan’ dan angka 60 ke bawah biasanya disebut ‘tidak disarankan’ untuk menduduki jabatan yang sedang dilelang.
Menurutnya, memang saat proses seleksi terjadi masyarakat sulit untuk melakukan pemantauan. "Akan sulit bagi masyarakat untuk bisa melihat, bisa terlibat langsung dalam proses seleksi lelang jabatan ini," tutur Mulyadi.
Ia mengatakan jika masyarakat merasa ada yang tidak transparan saat proses lelang jabatan terjadi dapat melaporkannya melalui Komisi ASN.
"KASN harusnya dilibatkan dari awal, sehingga bisa melihat apakah proses lelang jabatan yang ada sudah sesuai atau belum. Kalau ada hal yang mencurigakan nanti KASN akan menindaklanjuti dengan melapor ke Kemenpan-RB," ucap Mulyadi.
Sekedar diketahui, proses lelang jabatan Sekda ini dimulai awal Desember 2018. Tercatat ada 10 peserta pendaftar yang ikut bertarung memperebutkan kursi eselon 1 Pemprov Sulsel ini.
Empat diantaranya adalah pejabat Pemprov Sulsel, sedangkan selebihnya berasal dari luar Sulsel.Berkas hasil lelang diketahui akan diproses Kementerian Dalam Negeri RI untuk di teruskan dan di SK-kan oleh Presiden RI Joko Widodo.