Laporan Reporter Tribun Lampung Daniel Tri Hardanto
TRIBUNNEWS.COM, MESUJI - Bupati Mesuji Khamami dikabarkan terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diduga, OTT dilakukan terkait transaksi suap proyek-proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji.
Ironinya, program swakelola proyek ala Bupati Mesuji Khamami pernah menuai pujian dari sejumlah kalangan.
Bahkan, Presiden Joko Widodo pun mengapresiasi pelaksanaan proyek infrastruktur yang diaplikasikan di Mesuji.
Khamami mengaku program swakelola proyeknya pernah mendapat apresiasi dan dukungan dari Presiden Joko Widodo dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Hal itu dikatakan Khamami saat menerima kunjungan Tribun Lampung di rumah dinasnya, Sabtu, 4 Agustus 2018 lalu.
Dengan anggaran hanya Rp 700 miliar, Mesuji tercatat sebagai salah satu kabupaten di Lampung dengan nilai APBD terkecil.
Untuk menghemat anggaran, Pemkab Mesuji membuat terobosan dengan menerapkan sistem swakelola dalam membangun infrastruktur.
"Ini (swakelola) cara kita untuk menghemat anggaran. Dengan APBD kecil, kita ingin capaian hasilnya maksimal. Ini lebih murah dibandingkan pakai pihak ketiga (kontraktor)," kata Bupati Mesuji Khamami di hadapan kru Tribun Lampung, Sabtu, 4 Agustus 2018.
"Pihak ketiga hanya pengadaan material. Untuk pengerjaannya kita swakelolakan," sambung Khamami.
"Skema ini bisa dipamerkan ke daerah lain sebagai salah satu inovasi daerah yang patut dicontoh wilayah lain. Dan ini diapresiasi oleh Presiden Jokowi saat kunjungan kerja ke Kabupaten Mesuji pada Januari 2018 lalu," paparnya.
Khamami mengatakan, pembangunan secara swakelola dilakukan dengan menggandeng tenaga perencanaan dan konsultan dari Unila, UBL, dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
"Penyediaan material dilakukan pihak ketiga. Untuk tahap job mix menggunakan alat berat milik Pemkab Mesuji," kata Khamami.
Saat ini, Pemkab Mesuji memiliki 60 alat berat.
Dalam pelaksanaannya, Pemkab Mesuji menggunakan tenaga kerja dari masyarakat sekitar yang sudah terlatih secara padat karya.
Mereka menerima upah sebesar Rp 150 ribu per hari atau Rp 1.250.000 per bulan.
"Di lapangan mereka dilengkapi dengan alat pengaman diri (APD). Mereka juga mendapat asuransi kesehatan, kecelakaan, dan kematian," katanya.