TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Biro Layanan Informasi Publik dan Hubungan Antarlembaga Kementerian ESDM Agung Purwanto menegaskan Polri seharusnya menindak tegas PT BPS di Kolaka, Sulawesi Tenggara.
"Yang memberikan izin daerah dan gubernur kan sudah mencabut izinnya. Seharusnya aparat sudah menindaknya," kata Agung kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
"Itu diduga sudah masuk illegal mining," tegasnya.
Kementerian ESDM selama ini hanya menerjunkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Mereka ini menyidik kemungkinan keterlibatan ASN di daerah terkait keterlibatan dalam pemberian izin dan 'pembinaan' pemilik izin tambang.
"Kalau perusahaan ilegal apa yang harus dibina," selorohnya.
Permasalahan pertambangan di daerah, kata Agung, memang sangat kompleks. Permasalahan pertambangan ilegal dan juga perusahaan tambang yang tidak memenuhi keharusan clean and clear (CnC) juga sangat banyak.
"Perusahaan non clean and clear harus dicabut izinnya. Kami sudah melaporkan daftar perusahaan-perusahaanya ke KPK," ujarnya.
Baca: Menyamar Jadi Orang Gila Lagi, Baim Wong Sampai Tak Dibukakan Pintu Seusai Dikasih Duit Ayahnya
Sebelumnya, massa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Pemerhati Investasi Pertambangan (Forsemesta) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyambangi Kementerian ESDM RI, Rabu (23/1/2019).
Mereka menuntut Kementerian ESDM RI untuk segera memberikan sanksi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT BPS akibat aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan perusahaan tersebut.
Koordinator Presedium Forsemesta Sultra, Muhamad Ikram Pelesa, menuding perusahaan melakukan penambangan nikel ilegal hanya dengan mengantongi izin tambang batuan.
“Kami meminta kepada Bapak Menteri ESDM, untuk segera memberikan sanksi pencabutan IUP perusahaan atas kejahatan pingkungan dan ilegal mining, serta penipuan terhadap negara yakni melakukan penambangan nikel ilegal hanya dengan mengantongi izin tambang batuan,” ujarnya.
Diberitakan PT BPS izinnya dicabut gubernur Sultra karena tidak melakukan penambangan nikel. Sementara IUP yang dikantongi hanya menambang batu.
Perusahaan itu juga diduga melanggar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).