TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Jika Anda sedang berkunjung ke Kota Padang atau Sumatera Barat, jangan lewatkan jalan-jalan ke Gunung Padang.
Spot ini berjarak sekitar 7 kilometer dari Stasiun Kereta Api Padang.
Lokasinya di muara Batang Arau (Sungai Arau), atau persis di sebelah kiri pintu masuk pelabuhan kuno Kota Padang di Kampung Baru, Kecamatan Padang Selatan.
Gunung Padang merupakan bagian blok besar batuan karang yang memisahkan kawasan pantai Kota Padang dan pantai Air Manis.
Di lerengan Gunung Padang inilah terdapat nisan yang turun temurun dikisahkan sebagai makamnya Sitti Nurbaya, sosok legendaris dalam roman karya Marah Rusli.
"Tidak tahu benar atau tidak, tapi turun temurun begitulah ceritanya," kata Bang Id, tenaga kebersihan pengelola Taman Gunung Padang, Sabtu (16/2/2019) sore.
Baca: Joko Widodo Kerap ke Tepian laut Saat Tengah Malam, Ini Kesaksian Pak RW
Di manakah persisnya letak makam Sitti Nurbaya itu?
Setelah membayar tiket masuk Rp 10 ribu per orang, pengunjung bisa masuk taman wisata ini lewat jalan setapak di kaki bukit.
Jalan beton selebar kira-kira dua meter itu awalnya datar hingga mencapai gardu perhentian yang menghadap pesisir Kota Padang.
Sebelum sampai titik ini, pengunjung akan melewati bekas benteng pertahanan yang dibangun bala tentara Jepang saat menduduki Kota Padang pada 1942-1945.
Benteng, atau semacam bunker pertahanan itu masih sangat kokoh.
Tebal dinding betonnya sekitar 50 sentimeter. Di bunker ini masih terpasang sebuah meriam kaliber besar.
Posisi terakhir moncong meriam itu menghadap ke arah pintu masuk muara Batang Arau.
"Meriam itu sudah tak bisa digerakkan. Mestinya dulu bisa digerakkan ke kiri dan kanan," lanjut Bang Id.
Nah, dari gardu perhentian pertama ini, jalan mulai menanjak. Ada puluhan hingga ratusan anak tangga untuk mencapai puncak bukit.
Butuh fisik prima mendaki ke puncak bukit ini.
Persis di sebuah tanjakan terjal sebelum puncak, pengunjung akan langsung berhadapan blok besar batu karang.
Di balik batu besar inilah lokasi makam Sitti Nurbaya.
Pas di belokan jalan di sisi blok batu ini, tertulis tulisan besar “Makam Sitti Nurbaya”, yang ditorehkan di dinding batuan.
Dari titik ini ada jalan setapak menurun curam, melewati celah sempit di antara dua blok batu.
Jalan berundak terakhir kecuramannya ekstrem, sebelum sampai ke pelataran kecil yang terdapat sebuah nisan.
Nisan itu mepet ke dinding blok batu, di sebelahnya ada lantai yang cukup bersih dan permukaannya licin karena sering didatangi pengunjung.
Di dinding nisan kecil itu terdapat jejak berbentuk persegi, kemungkinan dulunya dipakai untuk menempelkan petunjuk tertentu.
Suasana di lokasi ini terasa hening dan senyap. Debur ombak sesekali terdengar dari arah kaki bukit yang jadi lokasi sign box raksasa “Padang”.
"Benar atau tidak ini makam Sitti Nurbaya, saya kurang tahu. Tapi sejak dulu, demikianlah kata orang tua kita turun temurun," kata pria asal Solok, yang hanya mau disebut namanya Bang Id.
Ia tenaga kontrak di Dinas Pariwisata Kota Padang, yang mengelola Taman Wisata Bukit Padang ini.
Kisah Sitti Nurbaya sejak lama identik dengan cerira rakyat Ranah Minang.
Marah Rusli, sastrawan besar angkatan Balai Pustaka, secara apik mengemas perjalanan Sitti Nurbaya lewat roman yang ditulisnya.
Alkisah, Sitti Nurbaya merupakan gadis Minang, yang terpaksa kawin dengan Datuk Meringgih, pria kaya, kasar, kejam, dan tabiatnya sering merendahkan orang lain.
Sitti menyerahkan hidupnya pada sang datuk, karena orangtuanya terbelit utang pada lelaki itu.
Gadis itu sebenarnya sudah punya kekasih hati, Samsulbahri namanya.
Pemuda itu pergi ke Batavia untuk belajar, sebelum prahara menimpa keluarga Sitti Nurbaya.
Setelah jatuh ke tangan Datuk Meringgih, Sitti Nurbaya menghadapi masa-masa buruk.
Ia pun kabur, menyusul Samsulbahri ke Batavia.
Datuk Meringgih memburunya, melancarkan tuduhan Sitti Nurbaya melarikan hartanya.
Gadis itu akhirnya dipaksa pulang ke Padang, sebelum tewas diracun oleh sang datuk.
Samsulbahri syok, dan bertahun kemudian ia pulang ke Padang sebagai bagian tentara kolonial Belanda.
Saat itu Datuk Meringgih memimpin pembangkangan, yang akhirnya ditumpas Samsulbahri dan pasukan yang dikirim dari Batavia.
Samsulbahri akhirnya juga meninggal karena terluka berat.
Kisah mengharu biru ini melekat dalam ingatan setiap warga Minang.
Tak heran jika legenda Sitti Nurbaya masih terus hidup dan jadi produk promosi wisata Sumbar.
Melengkapi Bukit Padang yang terdapat makam Sitti Nurbaya, di dekat pintu masuk taman wisata ini dibangun Taman Siti Nurbaya.
Di ujung jalan Kampung Baru, persis di sebelah bantaran Barang Arau, juga dibangun replika kapal kayu dilengkapi patung sosok Datuk Meringgih berdiri di haluan.
Sepanjang Jalan Kampung Baru, yang juga menghubungkan ke Pantai Air Manis ini dikenal sebagai spot kongkow sore atau malam para kawula muda.
Kawasan ini terletak di wilayah yang dikenal sebagai Seberang Penggalangan, bagian Kota Tua (Old City) Padang.
Lokasi di kiri kanan Batang Arau ini digunakan sebagai pangkalan nelayan sekaligus dermaga kapal-kapal yang melayani rute ke Kepulauan Mentawai.
Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Situs Makam Tokoh Legenda Sitti Nurbaya Ini Tersembunyi di Balik Batu Karang Raksasa