Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung pada Pengadilan Negeri Bandung yang menangani kasus korupsi dana hibah Pemkab Tasikmalaya menetapkan, mengabulkan permohonan terdakwa dan penasehat hukumnya yang meminta agar Uu Ruzhanul Ulum untuk dihadirkan di persidangan.
"Menimbang bahwa permohonan terdakwa dan penasehat hukum ke majelis hakim, untuk memperlancar persidangan, majelis hakim memandang perlu memerintahkan jaksa penuntut umum untuk memanggil Uu Ruzhanul Ulum, mantan Bupati Tasikmalaya, Wagub Jabar, untuk menghadirkan di persidangan pada 11 Maret untuk didengarkan keterangannya sebagai saksi," ujar M Razad, Ketua Majelis Hakim di persidangan pada Senin (4/3/2019), di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung.
Jaksa penuntut umum, Isnan Ferdian seusai persidangan mengatakan pihaknya akan melaksanakan perintah majelis hakim tersebut.
"Penetapanya memang demikian, akan kami laksanakan setelah kami menerima penetapan dari majelis hakim," ujar Isnan.
Ditanya soal jika Uu yang saat ini menjabat Wakil Gubernur Jabar diminta hadir pada sidang Senin (11/3/2019) pekan depan tidak hadir, pihaknya belum bisa melakukan panggilan paksa.
"Jika tidak hadir, nanti majelis hakim membuat penetapan lagi," kata Isnan.
Penetapan hakim terkait pemanggilan Uu itu setelah pada sidang pekan lalu, Sekda Pemkab Tasikmalaya Abdulkodir, satu dari sembilan terdakwa meminta majelis hakim meminta agar Uu Ruzhanul Ulum dihadirkan sebagai saksi.
Sekda menyebut, ia diperintah oleh Uu yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya, dicarikan dana untuk membiaya kegiatan Musabaqoh Qiroatul Kutub (MQK), pembelian sapi qurban dan kegiatan olahraga.
Namun, ketiga kegiatan itu tidak dibiayai APBD Tasikmalaya. Kemudian, Abdulkodir memerintahkan delapan terdakwa lainnya untuk mencarikan dana tersebut.
Alhasil, dana tersebut berasal dari pemotongan dana hibah untuk 21 penerima.
Besaran potongan mencapai 90 persen, dengan besaran penerima hibah mencapai Rp 100 juta hingga 250 juta.
Kasus ini bermula saat Pemkab Tasikmalaya menganggarkan hibah untuk 1000 lebih penerima di Kabupaten Tasikmalaya.
Namun, pencairan pada 21 yayasan bermasalah. Abdulkodir dan delapan terdakwa lainnya terlibat dalam pemotongan dana hibah tersebut sehingga negara rugi Rp 3,9 miliar.
Ke-21 penerima ini mendapat dana hibah dari Rp 100 juta hingga Rp 250 juta.
Usai menerima dana hibah via rekening bank, terdakwa Setiawan memotong dana hibah itu hingga 90 persen.
Rata-rata, ke-21 penerima yayasan hanya menerima Rp 10 juta hingga Rp 25 juta.
Adapun kasus ini melibatkan Sekda Pemkab Tasikmalaya Abdulkodir, Maman Jamaludin selaku Kabag Kesra, Ade Ruswandi selaku Sekretaris DPKAD, Endin selaku Kepala Inspektorat, Ala Rahadian dan Eka Ariansyah selaku ASN di Bagian Kesra.
Lalu sisanya dari unsur swasta, Lia Sri Mulyani, Mulyana dan Setiawan.
Sembilan terdakwa didakwa Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.