Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kejaksaan Tinggi Jabar sudah menerima surat penetapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung yang mengadili kasus korupsi dana hibah Pemkab Tasikmalaya, yang berisi pemanggilan Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum ke persidangan pada Senin (11/3/2019) mendatang.
"Surat penetapan majelis hakim untuk memanggil yang bersangkutan sudah kami terima," ujar Andi Adika Wira, koordinator jaksa penuntut umum pada kasus itu saat dihubungi Tribun, Jumat (8/3/2019).
Ia mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat panggilan itu ke Uu Ruzhanul Ulum pekan ini untuk bisa hadir di persidangan pada Senin (11/3/2019) sebagai saksi untuk sembilan terdakwa, salah satunya Sekda Pemkab Tasikmalaya, Abdulkodir.
"Suratnya sudah kami sampaikan, diterima oleh sekretarisnya Pak Uu. Artinya surat itu sudah diterima yang bersangkutan," ujar dia.
Lantas, bagaimana kekuatan hukum pemanggilan Uu tersebut, mengingat Uu bukan saksi yang diperiksa penyidik sejak kasus ini bergulir. Pemanggilan itu sendiri belum memiliki kekuatan memaksa.
"Jika tidak hadir harus ada penetapan lagi oleh majelis hakim. Permintaan menghadirkan yang bersangkutan itu kan dari penasihat hukum untuk memberi kesaksian meringankan untuk terdakwa," ujar Andi.
Uu sendiri tidak jadi saksi dalam kasus ini sejak kasus ini ditangani penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar. Namun belakangan, Uu disebut-sebut di persidangan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Samudi menerangkan bahwa sedari awal, ke sembilan terdakwa itu tidak menyebut-nyebut nama Uu.
"Hasil keterangan semua saksi tidak ada yang menyebutkan keterlibatan mantan bupati. Kalau muncul di persidangan, ya kita tunggu saja apa keputusan hakim," ujar Samudi.
Penetapan hakim terkait pemanggilan Uu itu setelah pada sidang pekan lalu, Sekda Pemkab Tasikmalaya Abdulkodir, satu dari sembilan terdakwa meminta majelis hakim meminta agar Uu Ruzhanul Ulum dihadirkan sebagai saksi.
Abdulkodir menjelaskan, ia diperintah Bupati Tasikmalaya saat itu, Uu Ruzhanul Ulum untuk dicarikan dana untuk membiayai kegiatan Musabaqoh Qiroatil Kutub (MQK), pembelian sapi kurban dan kegiatan pekan olahraga.
Kata Abdulkodir, perintah itu saat ia bertemu Uu di Pendopo (baru) Pemkab Tasikmalaya.
Menanggapi permintaan Uu, Abdulkodir mengaku sudah menerangkan APBD Tasikmalaya 2017 tidak menganggarkan dana untuk tiga kegiatan tersebut.
"Instruksi Uu saat masa kampanye (Pilgub Jabar). Saya sudah jelaskan tidak ada anggarannya. Permintaan Pak Uu itu saya rapatkan bersama para kepala dinas dan badan untuk membahas ini. Ternyata tidak bisa dianggarkan dari APBD, apalagi saat itu dekat dengan momen Pilgub Jabar," ujar Abdulkodir saat bersaksi di persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (4/3/2019).
Ia mengatakan, dana untuk MQK yakni Rp 900 juta dan pembelian sapi kurban sebesar Rp 700 juta.
Dana untuk kegiatan pekan olahraga batal digunakan karena acara tersebut tidak jadi digelar.
Ia mengaku tidak menerima dana tersebut secara langsung. Uang itu diterima oleh ajudanya, yang diserahkan oleh terdakwa Eka.
"Saya diberi tahu ajudan bahwa uang ada di mobil. Langsung saya perintahkan ajudan untuk menyerahkan uang ke panitia, jadi secara tidak langsung saya tidak menerima uang itu," katanya.
Meski sudah menjelaskan kepada Uu tidak ada anggaran untuk tiga kegiatan itu, ia tidak bisa menolak permintaan Uu.
Usai mendapat instruksi itu, ia mengintruksikan terdakwa Eka dan Alam untuk mencarikan dana dari penerima hibah.
"Sebagai prajurit saya tidak bisa menolak. Apalagi perintah Pak Uu saat itu harus dilaksanakan. Padahal sudah saya jelaskan sejelas-jelasnya kepada Pak Uu. Setelah itu saya perintahkan terdakwa Eka dan Alam untuk mencarikan dana ke penerima hibah," ujar Abdulkodir.
Abdulkodir tidak mengintruksikan agar Eka dan Alam memotong dana tersebut. (men)