"Kami memang tidak dipukuli, cuma tangan diikat terus," ujar Junaidi.
Dua jam kemudian, kapal perang
Mereka sempat berada di kapal militer Myanmar selama dua hari dengan tangan terikat.
Setelah dua hari, kapal pun merapat ke Khawtung dan mereka dipindahkan ke penjara setempat.
Di penjara itu juga para ABK sempat bertemu dengan Jamaluddin, Kapten KM Bintang Jasa yang ditangkap November 2018 di Kawthung.
Baca: Bawaslu Amankan 15 Warga Ponorogo, Temukan Uang Rp 66 Juta dan Daftar Penerima Money Politic Caleg
Saat ini Jamaluddin yang juga asal Aceh Timur sedang menjalani kurungan selama tujuh tahun, karena divonis melakukan illegal fishing.
Selama di penjara, Junaidi maupun Waafini mengeluhkan makanan yang disajikan.
Mereka hampir setiap hari disajikan nasi putih dengan kacang kedelai yang direbus.
Sehingga sangat menyiksa para tahanan asal Aceh dengan makanan Myanmar.
"Mau tidak mau tetap harus makan nasi dengan kedelai, lain pun tidak tahu mau makan apa. Memang tidak setiap hari, tapi paling sering itu makan nasi dengan kedelai, semua tahanan ya itu makanannya," ujar Junaidi.
Selain itu, mereka juga mengalami gatal-gatal selama dalam penjara. Tanpa diketahui penyebab pastinya.
Setelah dua bulan ditahan di Khawtung, akhirnya mereka dilepaskan awal April lalu. Kecuali Kapten kapal KM Troya yang harus menjalani persidangan.
Dijemput pihak KBRI Yagoon, mereka menempuh perjalanan darat selama dua hari satu malam dari Khawtung ke Yagoon, sebagai ibu kota negara.
Lalu dari Yagoon mereka terbang ke Bangkok-Jakarta-Banda Aceh.
Mereka tiba di Bandara SIM, Aceh Besar, Senin (15/4/2019) dan langsung menuju rumah masing-masing di Aceh Timur dan Langsa.
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul 22 Nelayan Aceh Ditangkap di Myanmar, Mengira Dihadang Perompak Hingga Makan Nasi dengan Kedelai