TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Anggota Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik mengatakan, saat ini ada 412 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019 yang meninggal dunia saat bertugas.
"Itu (data) yang terakhir saya dapat masih 412 (yang meninggal) jam 20.00 malam tanggal 2 mei (2019) kita himpun dari daerah," kata Evi di Juramangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Jumat (3/4/2019).
Jumlah itu meningkat jika dibandingkan dengan data KPU pada Kamis (2/4/2019) pagi. Saat itu, KPU mencatat ada 382 petugas KPPS yang meninggal dunia.
Terkait terus bertambahnya jumlah petugas yang gugur, Evi mengatakan bahwa pihaknya belum bisa melakukan evaluasi.
"Kita ini kan penyelenggara, kita pelaksan apa yang diamanatkan undang-undang, dan tentu saja kita memahami (kondisi) itu, tetapi itu bukan pada konteksnya, saat ini kita sekarang dalam tahapan rekapitulasi tentu kita haris fokus kepada tugas yang belum kita selesaikan," ujar dia.
KPU memastikan bahwa evaluasi nantinya dilakukan secara menyeluruh setelah tahapan Pemilu serentak 2019 ini selesai.
Ia berharap, saat evaluasi nanti, baik itu pihak yang membuat undang-undang, KPU sebagai penyelenggara, dan semua lapisan masyarakat ikut terlibat dalam evaluasi tersebut.
Untuk saat ini, pihaknya akan terus memberikan santunan kepada petugas KPPS yang sakit atau meninggal dunia sebagai bentuk duka cita dari KPU.
"Yang meninggal (santunannya) Rp 36 juta, yang sakit berkisar Rp 8 juta hingga berkisar Rp 30,8 juta yang akan kita siapkan tergantung sakitnya apa," kata dia.
Penyerahan santunan kepada petugas KPPS yang meninggal saat bertugas ini akan dilaksanakan oleh KPU masing-masing provinsi sesuai dengan petunjuk teknis yang dibuat oleh KPU RI.
Permintaan untuk pembongkaran dan visum terhadap petugas Pemilu 2019 yang meninggal dinilai tendensius hanya untuk kepentingan politik semata.
Menurut Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) Solo, Her Suprabu, permintaan yang disampaikan langsung oleh kelompok capres dan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno (Prabowo-Sandi) sebagai hal yang tidak memperhatikan perasaan keluarga korban.