Curhat Para PSK Sunan Kuning: 15 Tamu Dalam Semalam Hingga Kantongi Rp 7 Juta Per Bulan
TRIBUNJOGJA.com, SEMARANG - Pemerintah Kota Semarang berencana untuk menutup Lokalisasi Sunan Kuning mulai Agustus 2019.
Namun, rencana ini memeroleh penolakan dari para Pekerja Seks Komersial (PSK) dan para pemilik wisma di kawasan tersebut.
Mereka berpendapat bahwa penutupan lokalisasi justru akan menimbulkan masalah baru.
Di antara yang menolak itu, salah satunya adalah Eni (30), seorang PSK asal Wonogiri.
Ia menegaskan bahwa penutupan itu akan melahirkan masalah baru lantaran para PSK tak punya pekerjaan lainnya untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup.
• Video Viral Saat Ustaz Ebit Bertemu Para PSK di Lorong-lorong Sempit untuk Ajak Tobat
• Cerita Menyayat Hati dari Balik Bedeng Kumuh Lokalisasi Tangail, Tempat Prostitusi Berusia 2 Abad
• Kramat Tunggak, Dulu Jadi Lokalisasi Prostitusi Terbesar di Jakarta
Sementara di lokalisasi ini, Eni mendapatkan penghasilan yang lumayan besar. Jika ramai, sebulan ia bisa mengantongi uang hingga Rp 7 juta.
Diakui Eni, ia sebenarnya ingin meninggalkan pekerjaan tersebut, namun himpitan ekonomi yang membuatnya terjun ke dunia prostitusi.
Untuk mencari pekerjaan lain pun dia merasa kesulitan lantaran hanya berpendidikan sekolah dasar saja.
"Saya dulu di Gbl (Gambilangu) empat bulan terus ketahuan keluarga akhirnya pulang kerja disana. Tapi, anak saya semakin besar dan butuh biaya banyak, penghasilan saya tidak cukup, akhirnya saya kesini," paparnya.
Bekerja sebagai seorang WPS, dalam semalam dia biasanya melayani lima hingga enam tamu. Jika sedang ramai, dia bisa melayani hingga delapan hingga lima belas tamu.
• Kisah Dua Polwan Menyamar Jadi PSK Bongkar Perbudakan Seks, Sempat Disuruh Masuk Kamar
• Kisah Miliarder Pemenang Lotre, Jatuh Miskin Setelah Ceraikan Istri dan Hidup Foya-foya Bareng PSK
• Dirazia Petugas, Para PSK Layani Pelanggannya di Semak Belukar Areal Persawahan
Adapun dalam sebulan, Eni bisa mengantongi sekitar Rp 7 juta.
Uang yang dihasilkan tersebut untuk menghidupi dua anaknya yang masih berada di bangku sekolah.
"Kalau langsung semuanya tutup tidak bisa, kasihan lah. Kalau hanya diberi pesangon Rp 5 juta buat apa? Saya siap berhenti kalau Pemkot memberi kios untuk usaha saya," tandasnya mengomentari rencana penutupan lokalisasi oleh Pemkot Semarang.