Dengan kondisi seperti itu, Megawati berharap soal HAKI harus dipahami masyarakat secara serius dan mendalam, terutama dalam hal melindungi produk seni dan budaya hasil para perajin dan seniman Indonesia.
"Kalau hal itu tidak dilakukan, maka segala kekayaan kita itu bisa diangkut ke luar negeri dengan mudah. Orang kita bikin kreasi seni dan budaya sampai bungkuk-bungkuk, eh malah diambil orang," kata Megawati.
Megawati bercerita dirinya pernah berkunjung ke Mesir. Saat itu, dia bertanya pada seorang kurator sejarah Mesir, bagaimana cara Mesir melindungi warisan seni dan budaya leluhurnya.
"Saya mendapat jawaban, warisan kekayaan seni dan budaya Mesir sebagian besar sudah ada di London. Di Bali banyak sekali Puri, bagaimana kita melindunginya?", ucap Megawati.
Mantan Mensesneg Bambang Kesowo sebagai nara sumber utama dalam FGD ini mengakui, tidak semua pemimpin di negeri ini memahami masalah HAKI tersebut.
"Saya mengajak para Bupati di Bali untuk mengembangkan dan mengimplementasikan soal HAKI ini", kata Bambang.
Bambang sepakat bila Bali dijadikan sebagai Role Model untuk perlindungan HAKI dan kekayaan alam hayati.
"Kalau langkah itu jalan di Bali, provinsi lain juga didorong juga untuk melindungi kekayaan seni, budaya, dan keanekaragaman hayati di daerahnya", tegas Bambang.
Bambang menyebut, pada 2020 mendatang jumlah penduduk di dunia sudah mencapai 9 miliar orang.
Masa itu akan muncul perebutan sumber daya dan akses kekayaan alam termasuk hayati, teknologi, dan karya intelektual.
"Kita harus memiliki kemampuan mengelola dan menjaga kekayaan hayati nasional. Jadi, kemampuan penguasaan dan pemanfaatan HAKI menjadi keharusan," kata Bambang.