TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fikri Pribadi (23), salah satu pengamen yang jadi korban salah tangkap Polda Metro Jaya memiliki latar belakang kehidupan yang sulit.
Sejak kecil dia sudah sebatang kara. Ayah dan ibunya diketahui sudah meninggal sejak lama.
Di Jakarta pun dia tidak punya sanak saudara.
"Dia sudah yatim piatu sejak lama. Jadi selama waktu dia berusia anak anak, waktu dia ditahan di tingkat kepolisian dia memang sudah yatim piatu sejak lama," ujar kuasa hukum dari LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian saat dihubungi, Kamis (18/7/2019).
Oky tidak tahu persis pada usia berapa Fikri kehilangan orangtuanya.
Kondisi yang sebatang kara membuat Fikri harus luntang lantung mencari tempat tinggal.
Akhirnya Fikri tinggal bersama Pau, salah satu pengamen yang juga jadi korban salah tangkap oleh Polda Metro Jaya.
"Si Pau sama si Fikri kan ini berteman. Jadi karena sudah akrab, jadi diperbolehkan lah tinggal di rumah Pau sama kakaknya," kata dia.
Baca: Berita Populer Soal Persib Bandung: Dari Adanya Masalah Baru Hingga Gaji Mantan Pelatih
Baca: Pelajar SMAN di Klungkung Ditemukan Tewas Gantung Diri di Garasi Rumah
Baca: Kekerasan Seksual dan Pemerkosaan Anak Meningkat di Bangladesh
Baca: Rian Ernest Dilaporkan ke Polisi, Diduga Cemarkan Nama Baik Anggota DPRD DKI Jakarta
Baca: Sepakat Damai dan Cabut Laporan, Wali Kota Tangerang Janji Bakal Silaturahmi dengan Menteri Yasonna
Fikri pun tinggal bersana Pau untuk waktu yang lama. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana yang terletak di kawasan Cipulir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Saya sudah pernah ke rumahnya ya jadi rumahnya itu kontrakan kecil sepetak gitu sih," jelas Oky.
Sejak itu, dia bekerja sebagai pengamen dan tukang parkir demi menyambung hidup.
Hak untuk mendapatkan pendidikan pun tidak ia terima.
Ketika ditahan selama tiga tahun di Lapas anak Tanggerang, tidak ada saudara atau keluarga yang menjenguknya.
"Yang menjenguk hanya kakanya Pau, dari keluarganya Pau," ucap dia.
Setelah bebas dari penjara LBH Jakarta pun memperjuangkan nasib Fikri dan tiga pengamen yang jadi korban salah tangkap lainya yakni Ucok, Fatahillah dan Pau karena dituduh melakukan pembunuhan oleh Polda Metro Jaya di tahun 2013 lalu.
Usai bebas tahun 2016, Fikri sempat hilang kontak dengan pihak LBH.
Dia diketahui sempat melalang buana untuk bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK)
"Fikri sempat ke Tegal berlayar jadi ABK. Sempat lost contact sama LBH Jakarta karena kan mencar-mencar ya.
Terus akhirnya berlayar, akhirnya pas minta tanda tangan surat kuasa LBH Jakarta beru ketemu lagi kontaknya Fikri.
Akhirnya dia balik lagi ke Jakarta untuk mengurus ini," kata Oky.
Saat ini Oky tidak tahu persis apa yang dikerjakan Pau untuk menyambung hidup.
Menuntut keadilan
Kini Fikri beserta tiga temanya ingin menuntut keadilan bersama LBH Jakarta.
Jalur praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun dipilihnya untuk menuntut hak-haknya yang sudah hilang selama tiga tahun karena ditahan untuk kesalahan yang tidak pernah mereka buat.
Mereka mengajukan praperadilan dengan Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi DKI dan Kementerian Keuangan sebagai termohon.
"Kalau untuk Kementerian Keuangan dia harus memberikan ganti kerugian karena memang di PP 92 tahun 2015 yang berhak memberikan ganti rugi adalah Kementerian Keuangan atas putusan PN," ucap dia.
LBH Jakarta sudah menghitung sejumlah kerugian yang harus dibayarkan Kementerian Keuangan.
Kerugian yang dituntut pihak mereka sebesar Rp 186.600.000 per anak.
Biaya itu meliputi total kehilangan penghasilan sampai biaya makan selama dipenjara.
Dengan demikian, total untuk keempatnya sebesar Rp 746.400.000.
Mereka berharap Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI mau mengakui perbuatannya lantaran salah memidanakan orang.
"Selama ini ditahan, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, enggak fair dong," ucap Oky. (Walda Marison)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Pilu Fikri Pribadi, Korban Salah Tangkap Polisi Sebelum dan Setelah Dipenjara",