TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Dalam memperingati NAIDOC Week, Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan Konsulat Jenderal Australia di Bali menggelar acara World of Spoken Word.
Acara ini digelar di Rumah Sanur Creative Hub, Jalan Danau Poso, Sanur, Denpasar, Selasa (30/7/2019).
Dua orang penyair dari Australia yakni Kirli Saunder dan penyair Indonesia yaitu Warih Wisatsana berkolaborasi membacakan puisi dan berdiskusi seputar proses kreatif mereka masing-masing.
Warih Wisatsana mengatakan dengan adanya event ini akan terbuka kemungkinan untuk adanya kerjasama lebih jauh antara penyair Indonesia dan Australia.
Baca: Disebut Ayah Angkat, Pemilik Museum Puisi Beberkan Kenal Barbie Kumalasari Karena Fairuz A Rafiq
Ia juga mengatakan lewat puisi bisa menyampaikan berbagai pesan yang universal tentang keindahan, kemanusiaan, bahkan ketakjuban dunia anak-anak yang murni yang terkadang hilang ketika dewasa.
“Melalui puisi dengan bahasa indah terpilih, kaya metafor kita kembali pada pengalaman sehari-hari. Seperti itu kira-kira makna pertemuan penyair lintas bangsa ini untuk memaknai pergaulan kreatif,” katanya.
Dalam medio ini, puisi telah berbaur dengan kehidupan sehari-hari, dimana puisi sudah dikolaborasikan dan dialihmediakan menjadi sebuah pertunjukan tari, video art, teater, ataupun musikalisasi.
“Suatu kenyataan bahwa kehidupan kesenian sudah masuk ke dalam dunia keseharian, sudah lintas bidang apalagi dengan kehadiran gadget,” katanya.
Lewat puisi, penyair juga menyampaikan pesan-pesan luhur melalui pilihan katanya dan mengajak semua untuk merenung tentang kehidupan dan juga menghaluskan budi.
Ada lima buah puisi yang ia bacakan dalam kolaborasi tersebut dan kelimanya merupakan puisi yang terangkum dalam buku Batu Ibu yang memuat 43 puisi dan terbit tahun ini.
“Kumpul puisi Batu Ibu ini menghadirkan pertanyaan esensial, darimana dan akan kemana hidup ini,” katanya.
“Puisi yang paling setia dalam hidup saya dari SMP. Bahkan puisi membantu menyembuhkan, menyelematkan, dan saya memperoleh penegasan tentang kehidupan prinadi saya,” katanya.
Sementara Kirli Saunder mengungkapkan puisi adalah agen perubahan, membangun paradigma baru dan mendobrak tabu.
Kini dirinya juga mengaku fokus dalam mentransformasi puisi ke dalam ranah atau ruang publik.
“Saya mengajak teman, komunitas sekitar untuk tertarik puisi. Saat tidak terpikir kata lagi saya buat lukisan. Dan saya mempunyai sebuah wahana yakni red room puisi dan mempublis karya puisi, tapi bukan buku melainkan sebuah metode dengan air untuk kemudian mendengar puisi itu,” katanya.
Di Bali Kirli melalui perjalanannya dengan Yayasan Literasi Anak Indonesia dengan jalan mendongeng di sebuah SD di Badung dan juga di Desa Guang bersama Komunitas Mendongeng Bali.
Konsul Jenderal Australia di Bali, Helena Studdert mengatakan ajang ini akan melahirkan kontribusi untuk Australia termasuk hubungan Australia dan Indonesia.
Apalagi Australia dan Indonesia juga sama-masa memiliki keragaman bahasa daerah.
“Indonesia memiliki 700-an bahasa daerah dan di Australia ada 250-an bahasa daerah namun yang digunakan hanya 120-an saja. Dari semua itu 90 persen diantaranya terancam punah,” katanya.
Ia juga mengapresiasi dengan adanya hari berbahasa Bali bagi semua instansi resmi di Bali. (*)