Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ryantono Puji Santoso
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Petugas kepolisian Solo sudah melakukan pemeriksaan terhadap korban peminjaman online atau Fintech Lending ilegal asal Solo berinisial Yi.
Pada pemeriksaan tersebut Yi dicecar sebanyak 20 pertanyaan dari penyidik di Polresta Solo.
"Kami sudah periksa pelapor Yi terkait kasus ini," papar Kasat Reskrim Polresta Solo Kompol Fadli dihubungi TribunSolo.com, Selasa (30/7/2019).
Pertanyaan yang diberikan terkait dengan kronologis kejadian tersebut terjadi pada korban Yi.
Setelah ini kedepannya akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini.
Soal penelusuran kedepannya menggunakan alat seperti apa dan cara apa Kompol Fadli enggan membeberkannya.
"Kalau soal cara penelusuran tidak bisa kami beberkan," kata Kompol Fadli.
Sebelumnya, korban peminjam online atau Fintech Lending ilegal asal Solo Yi diperiksa di Polresta Solo kemarin, Senin (29/7/2019) siang.
Yi datang didampingi pengacaranya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solo Raya, Sukadewa.
Pengacara Yi Sukadewa mengatakan, benar kliennya diperiksa kemarin di Polresta Solo untuk dibuatkan Berita acara pemeriksaan (BAP).
"Benar diperiksa dan dibuatkan BAP oleh petugas," papar Sukadewa pada wartawan, Senin (29/7/2019).
Masih ada hal yang harus mereka lengkapi seperti laporan screen shoot, dua orang saksi dan lain sebagainya.
Pada pemeriksaan ini juga diketahui ada pemetaan nomor yang menteror YI.
"Yi ini diteror nomor berbeda-beda setiap hari untuk menagih utangnya dengan nada ancaman, menjurus, pelecehan, dan lain sebagainya," papar Sukadewa.
Nanti dari nomor yang meneror Yi akan dipersempit jumlahnya dari 30 ke 20 kemudian menjadi 10.
Iklan Pelecehan
Fintech (pinjaman online) teror nasabah dengan menyebarkan iklan yang menyebut nasabah wanita menunggak rela digilir demi lunasi utang.
Korban peminjam dari fintech lending ilegal bertambah.
Terbaru beredar sebuah iklan yang menyatakan seorang perempuan rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi financial technologly Incash.
Kendati sudah viral dan diberitakan di beberapa media, korban yang bernama Yi mengaku belum ada yang membantu dia.
Melansir kontan.co.id, Yi sudah meminta bantuan hukum dari ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Solo Raya dan Polretabes setempat.
Kisah ini berasal beberapa waktu lalu, Yi meminjam uang sebesar Rp 1 juta kepada sebuah perusahaan fintech pinjaman online, Incash.
Kala itu, ia meminjam dana tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
"Pinjamnya belum ada dua minggu ini. Saya meminjam Rp 1 juta, tapi terima hanya Rp 680.000.
Saya pinjam untuk kebutuhan sehari-hari," ujar Yi kepada Kontan.co.id pada Rabu (24/7/2019).
I meminjam dengan jangka waktu pinjaman atau tenor selama tujuh hari.
Ia mengaku baru telat membayar satu hari, ia mendapatkan teror.
"Baru telat sehari sudah diteror. Mereka bikin group whatsapp yang ada gambar saya dengan tulisan pelecehan," jelas Yuliana.
Memang beredar sebuah iklan yang menjadi viral.
Dalam iklan tersebut, i rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi financial technologly Incash.
Berdasarkan iklan tersebut, Yi menjamin kepuasan bagi siapa yang menggunakan jasanya.
Ketika dikonfirmasi Yi mengaku hal ini merupakan pencemaran nama baik.
"Itu pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik. Makanya saya laporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Polrestabes," tambah Yi.
Yi telah mendapatkan surat kuasa bantuan hukum dari LBH.
Dalam surat kuasa, Yi mengaku telah mendapatkan ancaman teror kekerasan, penghinaan serta pencemaran nama baik melalui media teknologi informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Kuasa ini diberikan kepada I Gede Sukadenawa Putra SH dan Yuliawan Fathoni yang merupakan pengacara dan konsultan hukum yang tergabung dalam institusi LBH Solo Raya yang beralamat di Sentra Niaga Kawasan Terpadu The Park Mall Jl. Soekarno, Dusun II, Madegondo, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
Kedua pengacara dan konsultan hukum ini akan bertindak sebagai penggugat dalam perkara pidana berupa ancaman teror kekerasan, dan penghinaan melalui komunikasi telepon kepada Yi.
Serta penyebaran konten penghinaan serta pencemaran nama baik Yi di media sosial.
Hal ini dilakukan oleh oknum debt collector bisnis online kepada saudara, sahabat, dan kerabat Yuliana guna menjatuhkan harga diri dan martabat.
Pada akhirnya akan menimbulkan efek kebencian dan permusuhan dalam upaya untuk memperoleh penagihan pinjaman uang yang dilakukan oleh Yuliana.
Incash sendiri belum terdaftar sebagai fintech peer to peer lending yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya Incash merupakan fintech ilegal yang meresahkan.
Reaksi OJK
Anto Prabowo, Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, Incash adalah fintech yang tak terdaftar di OJK.
"Pelaporan ke polisi adalah tindakan tepat yang dilakukan dengan aduan pencemaran nama baik," ujar Anto kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7/2019).
Pembuatan iklan penjajaan diri sebagai cara penagihan yang diduga dilakukan oleh debt collector adalah pelanggaran kode etik yang menjadi tanggung jawab fintech.
Lantaran Incash tak masuk radar pengawasan OJK, fintech harus mematuhi keputusan Kapolri tentang tatacara penagihan yang bisa disamakan debt collector penagihan berdasarkan fidusia.
Anto menyebut, seiring mulai maraknya kebiasaan masyarakat pada pinjaman fintech, OJK akan terus melakukan edukasi.
"Bahwa yang mudah itu belum tentu aman. Pola berpikir untuk tidak tergiur kecepatan meminjam jika tidak dibarengi dengan kalkulasi risiko bahkan termasuk mengakses pinjaman di perusahaan peer to peer lending ilegal pastinya akan berujung sengsara," ujar Anto.
Kata Anto, OJK dan polisi serta pihak lainnya tergabung Satgas Waspada Investasi akan memonitor dan melakukan tindakan preventif atas korban investasi/fintech ilegal ini.
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Yi Wanita Solo yang Terjerat Utang Online Diperiksa dan Dicecar 20 Pertanyaan di Polresta Surakarta