TRIBUNNEWS.COM - Tanaman bajakah tengah menjadi perbincangan publik setelah khasiatnya diketahui mampu menyembuhkan penyakit kanker.
Tanaman bajakah yang berasal dari hutan Kalimantan, berhasil membawa dua siswa asal SMAN 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah meraih Gold Medals di Korea Selatan dalam ajang World Invention Creativity.
Usai penemuan tersebut, berbagai respons dilayangkan, di antaranya dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, peneliti, dan pemerhati lingkungan.
Pemprov Kalteng berencana untuk mematenkan tanaman bajakah yang memiliki kandungan antioksidan tinggi.
Dikutip dari Kompas.com, Kepala Dinas Kesehatan Kalteng, Dr Suyuti Syamsul mengatakan, upaya mematenkan kayu bajakah untuk menjaga kelestarian habitat kayu agar tidak dieksploitasi secara berlebihan untuk kepentingan komersil.
“Pemerintah Provinsi (Kalteng) akan mematenkan kayu bajakah yang mengandung antioksidan yang sangat tinggi tersebut," kata dr Suyuti.
Baca: Kayu Bajakah Curi Perhatian Dunia, Pemprov Kalteng Akan Patenkan Demi Menjaga Habitatnya
Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah, Dimas N Hartono, dikutip dari Kompas.com, menekankan perlu adanya peran aktif pemerintah dalam perlindungan terhadap kawasan tumbuhan obat.
“Pemerintah harus aktif dalam perlindungan terhadap kawasan-kawasan yang terdapat tumbuhan pengobatan alternatif,” ungkap Dimas.
Menurut Dimas, ada sejumlah ancaman dari eksploitasi dari perizinan pembukaan lahan sawit, tambang serta nindustri kehutanan yang ada di Kalimantan.
“Ancaman eksploitasi pasti ada, ancaman terbesarnya adalah eksploitasi dari perizinan yang timbul di sektor sawit, tambang, dan industri kehutanan,” kata Dimas.
“Karena dengan adanya perizinan tersebut maka tumbuhan obat yang ada di Kalteng akan musnah,” imbuhnya.
Masih dari sumber yang sama, Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Zenzi Suhadi menyebut ada potensi bahaya jika terjadi eksploitasi skala besar oleh pihak korporasi untuk dijadikan komoditi komersil.
“Berbahaya kalau dijadikan komoditi komersial skala besar oleh kelompok korporasi," ungkap Zenzi.
Menurutnya, pemerintah harus mempercepat pengakuan dan perlindungan wilayah adat untuk masyarakat setempat agar pemanfaatan tanaman tersebut menyesuaikan dengan aturan masyarakat lokal.