TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kericuhan yang terjadi di Fakfak, Papua Barat, berawal dari aksi unjuk rasa memprotes tindakan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Namun, ketika pengunjuk rasa ingin merusak sejumlah obyek vital, aparat keamanan berupaya mencegah hal tersebut.
Kapolres Fakfak AKBP Deddy Foures Millewa menuturkan setelah aksinya untuk merusak sejumlah objek vital sempat dicegah pengunjuk rasa bergeser merusak bahkan membakar Pasar Thumburuni.
"Setelah dia orasi di situ, mereka mau merusak obyek vital di bandara, kantor DPRD, dan di kantor bupati, tetapi kami halangi. Akhirnya mereka merusak pasar," ujar Deddy ketika dihubungi wartawan, Rabu.
Baca: Soal Peluang Investasi, Dirut KCN Dukung dengan Syarat Pemerintah Evaluasi Kebijakan
Baca: BMKG: DKI dan Banten Masuki Musim Kemarau, Waspada Bencana Kekeringan
Baca: Wiranto Terbang ke Papua: Bawa Pesan Empati, Perdamaian dan Persatuan Bangsa
Baca: Barbie Kumalasari Sebut Tuty Suratinah Tak Tahu Dirinya Sering Bawa Makanan untuk Kriss Hatta
Kemudian, masyarakat yang mencari nafkah di pasar merasa tidak terima dengan perusakan tersebut.
Masyarakat sekitar pun sempat meminta ganti rugi kepada kelompok perusak.
Namun, Deddy meminta orang di lokasi tersebut untuk mengedepankan antisipasi agar kericuhan tidak meluas.
Setelah itu, massa pengunjuk rasa pun bergerak menuju kantor Dewan Adat agar dapat membicarakan masalah tersebut dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.
Pada saat itulah, ada oknum yang mengibarkan bendera Bintang Kejora yang kerap kali dikaitkan dengan referendum Papua.
"Pas di Forkopimda, mereka menaikkan bendera Bintang Kejora, bendera KNPB (Komite Nasional Papua Barat), Organisasi Papua Merdeka, ada beberapa benderalah," kata Deddy.
Massa pun memaksa bupati untuk memegang bendera tersebut, tetapi tidak dilakukan.
Masyarakat lain yang melihat pemaksaan tersebut merasa kecewa.
"Bupati dipaksa (memegang bendera), ada masyarakat yang lihat, 'Bupati kita kok digitukan'," tutur dia.
Kemudian, ada sekelompok orang yang menamakan diri Barisan Merah Putih dan meminta bendera Bintang Kejora diturunkan.
Namun, massa tidak mau menurunkan bendera Bintang Kejora dan malah melempari kantor Dewan Adat dengan batu.
Baca: Mendarat di Pekan Baru, Menpar Arief Yahya Gas Destinasi Riau
Baca: Pelatih Timnas Negara Tetangga Indonesia Pensiun karena Kanker Stadium 2
Baca: Anak Lelaki Nunung Ungkap Kondisi Sang Bunda yang Seminggu Lalu Dipindah ke RSKO
Aksi itu pun memprovokasi warga sekitar yang merasa Dewan Adat tidak mewadahi adat di Papua.